Tentang Mahasiswa Indonesia di Pakistan
Anggota Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkoordinasi sebelum berangkat ke Pakistan dalam rangka mengirimkan bantuan kemanusiaan di Jakarta, Rabu (1/9). (ANTARA/Puspa Perwitasari)
Terik matahari di Islamabad menyelinap melalui daun-daun pepohonan di sepanjang jalan-jalan beraspal menuju Kampus Islamic International University (IIU).

IIU berada di Sektor H-10 Islamabad dan didirikan sekitar 1980-an dan memiliki luas berpuluh-puluh hektar.

Bangunannya merupakan perpaduan antara tipe Inggris klasik dan nuansa Islam dengan detil pilar-pilar tinggi dan didominasi warna merah dan cokelat.

Kampus ini dikelilingi oleh asrama-asrama mahasiswa dan mahasiswi meskipun lokasinya berjauhan satu sama lain.

Tempat menempuh pendidikan berbasiskan Agama Islam tersebut memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi di setiap kegiatan belajar dan mengajar termasuk tempat tinggal.

Kampus tersebut merupakan salah satu pusat pendidikan yang menjadi incaran sebagian besar mahasiswa asal Indonesia di Negara Pakistan.

Sebagian dari mereka mengambil jurusan "Islamic Studies" dengan total waktu pendidikan empat hingga lima tahun untuk strata satu.

Meskipun berkuliah di luar negeri tidak seluruh mahasiswa asal Indonesia berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.

Ketua Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia di Pakistan, Syaifullah (25) menjelaskan jika ada tiga kelompok mahasiswa di IIU.

"Mahasiswa di sini terdiri dari tiga kelompok yakni mereka yang mampu secara ekonomi, mereka yang mendapat beasiswa dan mereka yang tidak mampu dan tidak mendapatkan beasiswa namun sangat ingin menempuh pendidikan agama," katanya.

Namun demikian, upaya untuk bertahan hidup membuat cerita sendiri bagi mahasiswa Indonesia di Pakistan.

Demi tetap bisa menempuh pendidikan di Islamabad sebagian mahasiswa mencari uang sendiri untuk menambah uang saku mereka.

Salah satu cara mudah mendapatkan uang tambahan adalah dengan memasak makanan khas Indonesia untuk dijual ke acara-acara yang kerap di selenggarakan pejabat atau staf di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Islamabad.

Mereka juga menjualnya ke masyarakat lokal atau warga negara Indonesia yang tinggal di Pakistan. Semuanya mereka lakukan demi mengejar ilmu dan menyelesaikan studi mereka dengan baik agar bisa segera kembali ke Tanah Air.

Menurut data Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia di Pakistan ada 43 mahasiswa yang ada di Kota Islamabad dan sebagian besar diantaranya kuliah di IIU.

"Jumlah tersebut belum termasuk dari mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan agama di madrasah yang sebagian besar berada di luar Islamabad, jumlahnya mencapai ratusan," kata Syaifullah.

Mereka yang tergabung dalam organisasi persatuan mahasiswa kerap melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung studi utama di kampusnya.

Organisasi tersebut bertujuan sebagai wadah pemersatu mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Pakistan, menjalin hubungan dengan organisasi mahasiswa internasional serta ajang berkumpul dan melakukan kegiatan-kegiatan positif.

Kegiatan tersebut diantaranya bekerjasama dengan KBRI untuk mengadakan diskusi ilmiah, lomba karya tulis dan sebagainya.

"Dengan organisasi tersebut mahasiswa Indonesia di Pakistan jadi lebih dekat satu sama lain dan semakin kompak," katanya.

Bahkan, saat yang satu kelaparan dan tidak memiliki uang maka mahasiswa Indonesia yang lain akan senantiasa membantu dan berbagi.

Isu Teroris

Ada beberapa alasan mengapa mahasiswa asal Indonesia memilih untuk menempuh pendidikan di Pakistan.

Salah satunya adalah pendidikan bertaraf internasional dengan mengunakan tiga bahasa asing yakni Inggris, Arab dan Urdu atau bahasa lokal di Pakistan.

"Kalau kita kuliah di Eropa biasanya hanya mahir Bahasa Inggris dan di Timur Tengah mahir bahasa Arab sementara di sini tiga bahasa minimal bisa kita kuasai," katanya.

Selain itu, biaya kuliah juga tergolong cukup murah dan biaya hidup tidak terlalu mahal.

Akan tetapi dibalik berbagai alasan yang positif ada juga berbagai kendala yang dihadapi mahasiswa Indonesia di Pakistan.

Para mahasiswa menyadari betul bahwa terkadang banyak isu yang beredar menyebutkan jika mahasiswa Indonesia alumni Pakistan dicurigai mendapat pendidikan yang berbau teroris.

"Padahal kami disini sudah cukup disibukkan dengan aktivitas kampus dan organisasi," katanya lagi.

Meski demikian, Syaifullah dan teman-temannya yang tergabung di dalam organisasi mahasiswa Indonesia di Pakistan mengaku tidak gentar dengan isu yang beredar.

"Yang terpenting kami disini belajar dengan baik meskipun ada kemungkinan saat lulus dan kembali ke Tanah Air nanti kami dicurigai pernah mendapatkan pendidikan yang berbau teroris," katanya.

Selain itu, kerap terjadinya ledakan bom di Pakistan juga menjadi catatan tersendiri bagi para mahasiswa.

"Kami yang awalnya takut akan ledakan bom kini malah menjadi terbiasa dan tidak kaget jika mendengar informasi telah terjadinya ledakan," katanya.(*)
W004/T010