Buka Pabrik di Malaysia, Pemerintah Usul Pajak Tambahan Blackberry
8 September 2011
0
comments
Keresahan pemerintah atas produk yang diproduksi di luar negeri tapi banyak dikonsumsi penduduk Indonesia, menurut Hidayat, menjadi bahan utama rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian.
Hidayat mengatakan pemerintah berupaya agar produsen produk tersebut berpindah ke dalam negeri. "Harus dibuat aturan agar mau berinvestasi di Indonesia," katanya. Aturan baru tersebut, Hidayat mengimbuhkan, harus lebih pendek birokrasinya. "Ongkos produksi lebih rendah," ujarnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan membenarkan pernyataan Hidayat. Menurut Gita pembangunan pabrik RIM di Malaysia merupakan bentuk kesalahan dalam upaya menjaring investor ke dalam negeri. "Saya tadi angkat kita kecolongan RIM bangun pabrik di malaysia," ujarnya.
Kejadian tersebut mengecewakan lantaran penjualan blackberry di Indonesia lebih besar ketimbang negeri jiran tersebut. Penjualan blackberry di Indonesia, menurut Gita, bakal mencapai 4 juta unit sedangkan Malaysia tidak sampai 400 ribu unit. Dengan harga US 300 dolar per unit, penjualan di Indonesia akan mencapai Rp 1,2 miliar. "Malaysia sepersepuluhnya (Indonesia)," ujarnya.
Gita mengatakan pemerintah sepakat menyikapi situasi seperti ini. Bentuk penyikapannya, "Apa dalam bentuk tarif atau non tarif," ujarnya.
Selain RIM, pemerintah, kata Gita, juga mengawasi Bosch Jerman yang bangun pabrik solar panel di Malaysia. "Padahal ada kepentingan jual di Indonesia."
Gita mengatakan usulan penerapan insentif dan disinsentif diterima oleh Menteri Perekonomian, Keuangan, dan Perindustrian. "Kami sedang menginventarisasi produk apa saja yang dikonsumsi skala besar di tapi produksi di negara tetangga."
Instrumen insentif, Gita menambahkan, sudah banyak seperti tax allowance, tax holiday. "Yang perlu dipikirkan disinsentif."
Menurut Gita selama tidak membangun pabrika, produknya akan dikenakan disinsentif. "Sampai mereka bangun pabrik di sini," ujarnya.