Joseph Kony Bukti Dahsyatnya Jejaring Sosial
12 Maret 2012
0
comments
Jakarta – Kampanye untuk membuat Joseph Kony tenar sudah tercapai. Sekali lagi kita menyaksikan kedahsyatan media dan jejaring sosial. Pekan ini, jejaring dan media sosial dihebohkan kampanye ‘Kony 2012’ yang digemborkan oleh kelompok aktivis Invisible Children asal Amerika Serikat (AS). Kampanye itu memiliki satu tujuan utama dan terpenting.
Yakni membuat nama Joseph Kony dikenal dunia. Pengguna jejaring sosial, terutama situs blog mikro Twitter, ikut meramaikan Kony 2012. Selebritas dunia pun ramai-ramai retweet dan mendukung organisasi non-profit tersebut.
Sebuah video berdurasi 30 menit diluncurkan secara online. Isinya, aksi-aksi brutal pria Uganda yang dituding sebagai penjahat perang itu. Kony amat dikecam karena menggunakan anak-anak sebagai tentaranya.
Di tengah kehebohan sejak awal pekan lalu itu, timbul pertanyaan di benak pendukungnya karena beberapa fakta yang mereka peroleh. Invisible Children ternyata menerima dua bintang untuk transparanasi dan akuntabilitas dunia maya mereka.
Isi film pendek yang mereka buat juga seperti salah arah, karena tak menyebutkan bahwa Kony bukan lagi ancaman besar seperti 12 tahun lalu. Lord’s Resistance Army (LRA) milik Kony hanya memiliki ratusan pengikut.
Fakta terbesarnya, Kony diyakini sudah tak lagi berada di Uganda. Meski begitu, dukungan untuk Invisible Children terus mengalir. Per Jumat (9/3), video mereka di situs seperti YouTube dan Vimeo telah memperoleh 71 juta klikers.
Belum lagi animo di jejaring dan media sosial. Hal ini mengejutkan CEO Invisible Children Ben Keesey yang hanya berharap bisa mendapatkan 500 ribu klikers per Mei mendatang.
Menurut periset senior Berkman Center for Internet and Society di Harvart, Ethan Zuckerman, semua mata kini otomatis tertuju pada apa yang dilakukan Invisible Children.
“Film itu mengajukan cara konkrit untuk mengerti hal baik dan hal buruk. Pesannya amat sederhana. Seperti berkata, kita hanya perlu menangkapnya,” tutur Zuckerman.
Kehebohan seputar video yang dibuat oleh sineas sekaligus aktivis Jason Russel itu memang baru sepekan. Kata ‘Kony 2012’ kini sedang tenar, meski dampaknya secara keseluruhan baru diukur pada 20 April mendatang.
Tapi apakah para pendukungnya hanya ikut-ikutan heboh atau memang benar-benar berharap ada aksi? Beberapa aksi positif banyak mendapat dukungan via online. Misal saat pemberontakan di Iran, 2009 lalu.
Banyak pengguna Twitter mengubah lokasi pada bio mereka menjadi Teheran, untuk menunjukkan solidaritas. Petisi online mendapatkan banyak tanda tangan, status Facebook terus ter-update dan feed Twitter terus beredar.
Namun ‘Kony 2012’ berbeda. Dalam pembuka video, Russel menyatakan manusia ingin terhubung dan menjadi bagian dari sesuatu. Ia menyasar pada kekuatan Facebook atau Twitter dalam memenuhi keinginan itu.
“Fenomena ini sebuah bukti, manusia tak hanya diam membiarkan hal buruk terjadi. Mereka masuk ke dunia ini, membuat mereka ikut terlibat,” ujar asisten profesor sosiologi di University of North Carolina, Zeynep Tufecki.
Keterlibatan secara online, lanjutnya, menjadi kata dengan banyak arti. Mengklik sesuatu menjadi bentuk keterlibatan itu sendiri. Tak butuh banyak tenaga, tinggal klik dan anda jadi bagian dari sesuatu yang besar, serta telah ‘melakukan sesuatu’.
Categories:
Internet,
Jaringan,
Teknologi IT
If You Like This Post, Share it With Your Friends & Peers
0 Comments
