5 Pertimbangan Agar Tak Salah Pilih Pasangan Hidup
27 Januari 2011
0
comments
AnakMuda 3007 -Anda sudah bertemu dengan pria menawan hati. Rasanya, sudah selangkah lagi menuju jenjang pernikahan. Tapi, yakinkah Anda bila ia akan menjadi satu untuk selamanya dan bisa membuat Anda bahagia?
Perbincangan seputar keretakan pernikahan para selebriti semakin santer di media massa. Bahkan Sandra Bullock dan Kate Winslet yang cerita pernikahannya selama ini baik-baik saja, juga mengalami hal demikian.
Bagaimana mungkin seorang wanita bisa mengikat janji cinta abadi di depan keluarga dan teman-temannya, kemudian merasa keliru telah menikah dengan sang pria?
Ketakutan pernikahan akan berakhir dengan perceraian mungkin menghantui pikiran Anda. Namun, para ahli mengatakan bahwa Anda dapat melindungi diri dari ketakutan tersebut dengan mengevaluasi hubungan pra-pernikahan berdasarkan beberapa elemen penting.
“Ada cara yang benar-benar dapat memberikan penilaian apakah seorang pria layak menikah dengan Anda dan mengurangi kemungkinan Anda memilih pasangan hidup yang salah,” kata terapis pernikahan dan keluarga Terri Orbuch PhD, profesor sosiologi di Universitas Michigan.
“Mempertimbangkan poin pertimbangan ini akan membantu Anda memahami apakah Anda dan dia memiliki nilai dasar yang sama dan apakah Anda akan menikah untuk alasan yang tepat,” imbuhnya.
Para ahli mengungkapkan beberapa faktor kunci yang harus Anda pertimbangkan sebelum memberi sebutan soulmate pada si dia. Berikut, seperti dibeberkan Cosmopolitan.
Jangan abaikan masa lalunya
Adakah sejarah kehidupan si dia yang tidak menyenangkan bagi Anda? Bahkan saat mengetahuinya, Anda harus menentukan, apakah akan melanjutkan hubungan atau putus. Jika ada, kemungkinan besar kebiasaan lama tersebut akan kembali dilakukannya.
“Indikator terbaik dari perilaku masa depan adalah perilaku masa lalunya,” kata Orbuch.
Jika dia melakukan hal-hal di masa lalu yang tidak memenuhi standar suami ideal menurut Anda, mintalah dia untuk menjelaskan mengapa melakukan hal demikian. Jika ia memberi alasan terkait dengan situasi tertentu yang tidak lagi berlaku (misalnya, ia sering ke klub malam karena tinggal bersama sepupunya saat kuliah di luar negeri), bisa merupakan tanda perilakunya berifat sementara.
Tetapi jika pemicu tindakan masa lalunya mudah hadir setelah Anda menikah (misal, ia sering ke klub malam karena stres), bisa berarti kebiasaan tersebut akan selalu menjadi bagian dari dirinya.
Pahami kualitas yang Anda butuhkan
Adalah hal penting jika Anda bisa terpesona oleh kualitas-kualitas besar kekasih hati, tanpa mengabaikan kekurangannya.
“Saya memberitahu klien saya untuk menggambar sebuah lingkaran besar dan lingkaran kecil. Mereka harus mengisi lingkaran kecil dengan empat atau lima kualitas kepribadian yang benar-benar mereka syaratkan dari seorang suami, seperti agama, keluarga, atau uang,” kata Lombardo.
“Lalu, mereka mengisi lingkaran besar dengan sikap lain yang tergolong baik jika dimiliki seorang suami. Anda harus mencari pasangan hidup dengan kualitas seperti dalam lingkaran kecil dan beberapa dari lingkaran besar, bukan sebaliknya,” tambahnya.
Ketika Anda memeriksa kualitas kepribadiannya, pertimbangkan pula apakah kekurangan mereka akan bisa Anda tangani nantinya. Misalnya, Anda senang bahwa ia punya karier yang bagus sebagai konsultan, tetapi konsekuensinya ia harus banyak melakukan perjalanan luar kota. Apakah Anda bisa menerimanya?
Jika Anda memiliki banyak teman, mungkin tidak menjadi masalah, tetapi jika Anda seorang wanita rumahan yang lebih suka melewati akhir pekan hari dengan meringkuk di sofa bersama pasangan, Anda mungkin tidak akan senang dengan kesendirian.
Rasa frustasi bisa saja terjadi
Impian masa depan menghidupkan hari-hari Anda bersamanya. “Tapi, ingat bahwa Anda menikahinya sekarang, bukan kemungkinan dia pada suatu hari,” kata terapis pasangan Jennifer Gauvain, yang juga salah satu penulis How Not to Marry the Wrong Guy.
“Sangat menyenangkan untuk tertarik pada gairah, karena ini akan tetap konsisten, tetapi jangan melekatkan ketertarikan pada karier atau keuangan,” tambahnya.
“Ini adalah kunci karena frustrasi muncul akibat perbedaan antara apa yang Anda harapkan dengan realitas yang Anda punya. Frustasi salah satu sumber utama ketidakbahagiaan dalam pernikahan,” kata Orbuch.
Dan jika kekhawatiran finansial menyetir pencarian Anda terhadap calon suami, kemungkinan ini akan berbalik di kemudian hari. Ditegaskan Gauvain, keinginan untuk merasa aman secara finansial merupakan salah satu alasan utama wanita memilih pria yang salah.
“Banyak wanita telah mengatakan kepada saya bahwa mereka tertarik untuk menikah karena mereka merasa tak berdaya (karena cinta) dan berpikir pendapatan bersama akan membantu di kemudian hari,” katanya.
“Tapi di sisi lain, tak sedikit pasangan kaya yang tidak bahagia,” tukas Lombardo.
Kenali kebiasaan keluarganya
Pertimbangan selanjutnya adalah kedekatannya dengan keluarga. Keluarga besarnya akan memainkan peranan dalam hidup Anda setelah menikah. Untuk itu, Anda berdua memerlukan kompromi.
“Anda tidak perlu mengasihi keluarga masing-masing, tetapi Anda perlu memiliki pandangan yang sama tentang seberapa banyak Anda berdua akan melibatkan mereka dalam kehidupan pernikahan. Pahami tradisi keluarganya dan seberapa sering ia dan keluarganya saling berkomunikasi. Yang penting, Anda harus memprioritaskan satu sama lain terlebih dulu,” kata Gauvain.
Chemistry itu penting!
Setelah membicarakan nilai-nilai bersama, jangan lupakan kebenaran lama, bahwa Anda perlu adanya sebuah percikan.
“Dalam situasi ekonomi tidak menentu, mudah bagi wanita untuk mengatakan bahwa stabilitas lebih penting daripada daya tarik. Tetapi, Anda membutuhkan chemistry agar hubungan bisa membahagiakan,” kata Gauvain.
“Menikah berarti bahwa Anda berdua menjadi lebih dari sekadar sahabat,” kata Lombardo.
Salah satu percikan itu adalah kehidupan seks. “Seks yang hebat tidak cukup menghilangkan masalah dalam pernikahan, tapi bisa benar-benar menjadi landasan bagi hubungan selama masa sulit.”
Menurut sebuah penelitian University of Washington, pasangan yang tertawa dan tersenyum ketika mereka menceritakan bagaimana pertemuan awal mereka, secara statistik mengurangi kemungkinan bercerai.