Nah Loh...Kenapa Sepeda Motor Dilarang Pakai Premium
31 Mei 2010
0
comments
JAKARTA- Pemerintah menyusun skenario lain pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Skenario terbaru, pemerintah berencana membatasi konsumsi premium untuk sepeda motor.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengatakan, pemerintah telah bertemu dengan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) untuk membicarakan rencana pembatasan konsumsi premium bagi kendaraan roda dua.
"Kita kemarin bicara dengan AISI, kelihatannya enggak perlu (mendapat BBM bersubsidi),” ungkap Evita sebelum acara Pelantikan Pejabat Eselon II di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/5/2010).
Pembatasan konsumsi BBM merupakan langkah pemerintah untuk mengendalikan besaran subsidi. Apabila tidak dibatasi, konsumsi BBM bersubsidi dikhawatirkan melebihi kuota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010.
Dalam APBN-P 2010, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 36,5 juta kiloliter (kl). Adapun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan, volume BBM bersubisidi tahun ini mencapai 40,1 juta kl.
Pemerintah harus mengantisipasi kelebihan konsumsi tersebut agar anggaran subsidi BBM dalam APBN-P 2010 yang sebesar Rp88,89 triliun tidak membengkak.
Meski begitu, Evita menegaskan, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan roda dua baru dalam taraf bahan diskusi. Pemerintah melihat, saat ini ada kencenderungan sebagian pengguna sepeda motor sudah menggunakan BBM nonsubsidi. ”Hanya, dari data yang ada pada saya, sekarang ini sebagian motor sudah pakai pertamax,” tuturnya.
Dalam rapat-rapat sebelumnya terdapat sejumlah opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Pertama, kendaraan produksi tahun 2005 ke atas tipe baru tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.
Kedua, hanya kendaraan berpelat nomor polisi warna kuning (angkutan umum) yang diperbolehkan membeli BBM bersubsidi. Ketiga, seluruh kendaraan jenis sedan dilarang membeli BBM bersubsidi tanpa memedulikan tahun pembuatan.
Keempat, pengadaan jenis bahan bakar baru dengan oktan antara 88–92, di mana penggunaannya menggunakan stiker. Kelima, PT Pertamina mulai mengurangi outlet (SPBU) dispenser BBM bersubsidi dan menambah dispenser nonsubsidi serta mengintegrasikan pemberian BBM bersubsidi dengan klasifikasi pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM).
Dalam rapat terakhir, opsi yang sudah disepakati adalah diperbolehkannya kendaraan umum membeli BBM bersubsidi. Adapun untuk jenis kendaraan lain yang juga dapat menikmati BBM bersubsidi belum disepakati.
“Semuanya sepakat (BBM bersubsidi) utamanya untuk kendaraan umum dan plus. Nah, plusnya ini belum sepakat kita,”ujar Evita.
Kemudian opsi mengenai jenis kendaraan mana saja yang boleh membeli BBM bersubsidi atau sebaliknya juga telah mengerucut. Opsi tersebut antara lain pembatasan pembelian BBM bersubsidi berdasarkan tahun pembuatan kendaraan dan besaran kapasitas silinder (CC).
Selain itu, dibahas pula mengenai wilayah-wilayah yang bisa lebih dulu dilakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.“ Mungkin Jawa yang kita coba dulu. Kita tidak batasi kota karena (kendaraan) ini kanjalan ke mana-mana,”paparnya.
Evita berharap, pemerintah bisa memutuskan opsi yang akan dipakai untuk membatasi konsumsi BBM pada Juni 2010.Dengan demikian, opsi itu bisa segera dilaporkan kepada DPR.
“Harapan kami, sudah bisa memutuskan (opsi) di akhir Juni seperti apa.Kita lapor DPR, baru (kemudian) dicoba. Mungkin Agustus,” kata Evita.
http://anaxmuda.tk/
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengatakan, pemerintah telah bertemu dengan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) untuk membicarakan rencana pembatasan konsumsi premium bagi kendaraan roda dua.
"Kita kemarin bicara dengan AISI, kelihatannya enggak perlu (mendapat BBM bersubsidi),” ungkap Evita sebelum acara Pelantikan Pejabat Eselon II di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/5/2010).
Pembatasan konsumsi BBM merupakan langkah pemerintah untuk mengendalikan besaran subsidi. Apabila tidak dibatasi, konsumsi BBM bersubsidi dikhawatirkan melebihi kuota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010.
Dalam APBN-P 2010, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 36,5 juta kiloliter (kl). Adapun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan, volume BBM bersubisidi tahun ini mencapai 40,1 juta kl.
Pemerintah harus mengantisipasi kelebihan konsumsi tersebut agar anggaran subsidi BBM dalam APBN-P 2010 yang sebesar Rp88,89 triliun tidak membengkak.
Meski begitu, Evita menegaskan, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan roda dua baru dalam taraf bahan diskusi. Pemerintah melihat, saat ini ada kencenderungan sebagian pengguna sepeda motor sudah menggunakan BBM nonsubsidi. ”Hanya, dari data yang ada pada saya, sekarang ini sebagian motor sudah pakai pertamax,” tuturnya.
Dalam rapat-rapat sebelumnya terdapat sejumlah opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Pertama, kendaraan produksi tahun 2005 ke atas tipe baru tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.
Kedua, hanya kendaraan berpelat nomor polisi warna kuning (angkutan umum) yang diperbolehkan membeli BBM bersubsidi. Ketiga, seluruh kendaraan jenis sedan dilarang membeli BBM bersubsidi tanpa memedulikan tahun pembuatan.
Keempat, pengadaan jenis bahan bakar baru dengan oktan antara 88–92, di mana penggunaannya menggunakan stiker. Kelima, PT Pertamina mulai mengurangi outlet (SPBU) dispenser BBM bersubsidi dan menambah dispenser nonsubsidi serta mengintegrasikan pemberian BBM bersubsidi dengan klasifikasi pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM).
Dalam rapat terakhir, opsi yang sudah disepakati adalah diperbolehkannya kendaraan umum membeli BBM bersubsidi. Adapun untuk jenis kendaraan lain yang juga dapat menikmati BBM bersubsidi belum disepakati.
“Semuanya sepakat (BBM bersubsidi) utamanya untuk kendaraan umum dan plus. Nah, plusnya ini belum sepakat kita,”ujar Evita.
Kemudian opsi mengenai jenis kendaraan mana saja yang boleh membeli BBM bersubsidi atau sebaliknya juga telah mengerucut. Opsi tersebut antara lain pembatasan pembelian BBM bersubsidi berdasarkan tahun pembuatan kendaraan dan besaran kapasitas silinder (CC).
Selain itu, dibahas pula mengenai wilayah-wilayah yang bisa lebih dulu dilakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.“ Mungkin Jawa yang kita coba dulu. Kita tidak batasi kota karena (kendaraan) ini kanjalan ke mana-mana,”paparnya.
Evita berharap, pemerintah bisa memutuskan opsi yang akan dipakai untuk membatasi konsumsi BBM pada Juni 2010.Dengan demikian, opsi itu bisa segera dilaporkan kepada DPR.
“Harapan kami, sudah bisa memutuskan (opsi) di akhir Juni seperti apa.Kita lapor DPR, baru (kemudian) dicoba. Mungkin Agustus,” kata Evita.