CEO Kaskus, Ken Dean Lawadinata (foto: Feri Usmawan/Okezone)
SANTAI,
low profile dan bergaya
casual, tapi fokus dalam bertutur, itulah gaya Chief Executife Officer (CEO) Kaskus, Ken Dean Lawadinata, ketika menyambangi redaksi
Okezone.com, Kamis (20/6/2013) siang.
Pembawaannya
yang santai membuat Ken --sapaan akrab-- begitu nyaman ketika bekerja.
Terlebih, diusianya yang masih relatif muda, 27 tahun, membuatnya tidak
canggung untuk bergaul, melepas beban ketika berhadapan dengan siapapun.
"Saya males memakai baju rapi. Karena udah males, ya jadi kebawa terus (sampai ke pekerjaan)," kata pria berambut cepak itu.
Itulah
Ken dengan segala kesederhanaannya, namun siapa sangka hasil karyanya
mampu membuat para Kaskusker begitu terpikat dengan situs forum diskusi
dan jual beli besutannya.
Kaskus.com yang dirintisnya sejak 14
tahun silam, kini sudah menjadi raksasa situs forum di Indonesia. Untuk
mencapai itu, Ken mengaku harus jatuh bangun untuk merajai situs
komunitas dunia maya ini. Butuh proses, kerja keras dan keyakinan.
Niatnya sederhana, waktu itu yang terpikirkan bagaimana membangun usaha yang didasari atas dasar
passion, sesuatu yang belum jadi tren di Indonesia. Karena itulah perlahan ia menapaki bisnis itu.
Bahkan
kuliah yang sudah masuk semester enam di Seattle University harus Ken
tinggalkan. Asa untuk bisa meneruskan usaha keluarga pun sirna.
Alhasil, Ken pun harus menerima konsekuensi dan rela melepas kedudukan
empuk untuk meneruskan usaha keluarga.
"Balik lagi masalah
passion, saya mencari sesuatu belum digarap dan Kaskus
big potential yang belum digarap. Selain itu, saya harus cari yang menarik (Kaskus). Itu yang penting," tuturnya melanjutkan perbincangan.
Beriring jalannya waktu, keluarga perlahan menerima. Ken pun semakin
pede membangun Kaskus dari nol hingga menjadi berjaya saat ini.
Kaskus TerpurukSelama
perjalanan Kaskus, (waktu itu dirintis bersama Andrew Darwis tahun
1999) ternyata tidak semulus yang diperkirakan Ken. Bahkan, Kaskus
pernah mengalami pelbagai kesulitan, bahkan sempat ditipu. Dua minggu
kaskus mati total, seluruh data hilang tak berbekas.
“Bingung harus ngapain, tapi kami bersyukur bantuan dari para member, akhirnya kami bangkit lagi,” jelas Ken lirih.
Selepas
itu, Kaskus berkembang, memiliki 360 ribu member pada Maret 2008, per
Juli 2012 situs besutan Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi
Dharmawan memperoleh 4,6 juta member. "Terbaru kami mencatatkan 20 juta
unique user per bulan," sebut pria yang hobi makan ini.
Nah, sudah menjadi raksasanya forum kasak-kusuk dengan banyak fitur berjejal, lantas mau dibawa kemana Kaskus ke depan?
"Kaskus
10-15 tahun ke depan, saya nggak bisa pastiin itu forum dan FJB. Tapi
banyak orang teriak forum kan sudah bread ang butter-nya Kaskus, karena
sudah dikenal ke sana. Tapi kalo sudah berbicara bisnis, beda urusan,"
Pandangan Ken Soal StartupBukan
hanya jago bicara Kaskus, pria yang menghabiskan masa kecilnya di
daerah Pluit, Jakarta Utara itu juga menyinggung soal perkembangan
industri di Tanah Air. Menurutnya banyak startup yang tidak
menghasilkan.
"Kalau buat saya yang masuk ke industri karena
tren, bukan ingin kejar market -- banyak yang berhalusinasi nggak nanya
memungkinkan nggak startup-nya bisa diterima. Kebanyakan di sini, saya
suka neglihat 'wah lagi booming nih' jadi mereka nggak research. Banyak
startup masuk majalah tapi nggak bisa menghasilkan," jelasnya.
Selain
itu, ia mengakui bahwa industri belum didukung ekosistem yang mumpuni.
Belum ada langkah yang berkesinambungan dari pemerintah, user, dan
investor. "Soal internet aja di-
push swasta, semua infrastruktur sama. Jadi cukup sulit selama semuanya belum ngejalanin,"
"Saat ini banyak
event-event
yang mendukung tumbuhnya startup di Indonesia. Dari sisi kualitas
memang masih kurang, bukan salah siapa-siapa, tapi kamera industrinya
belum mature," kilahnya.
Berorientasi ke depan, Ken mengakui
bahwa menangani Kaskus saat ini jauh berbeda jika dibandingkan saat baru
dirintis. Saat ini kejayaan telah direngkuh dan ia harus bisa
mempertahankan posisi dan bahkan memperluas cakupan dan tantangan pun
kian besar.
"Inilah sebabnya investasi dari Djarum membantu kami
memperluas jangkauan dan produk, dan mereka (Djarum) banyak masuk untuk
mentoring ke sana. Dulu sih bisa semuanya satu ruangan, berembuk, dan
nggak ada sistem, dan sekarang berbeda penanganannya, karena tim tambah
banyak dan bagaimana mencapai produktivitas itu yang harus dicari,"
tutupnya.
~Source~