Ken Dean, Tinggalkan Kuliah Hingga Sukses Bangun Kaskus
21 November 2013
0
comments
CEO Kaskus, Ken Dean Lawadinata (foto: Feri Usmawan/Okezone)
SANTAI, low profile dan bergaya casual, tapi fokus dalam bertutur, itulah gaya Chief Executife Officer (CEO) Kaskus, Ken Dean Lawadinata, ketika menyambangi redaksi Okezone.com, Kamis (20/6/2013) siang.Pembawaannya yang santai membuat Ken --sapaan akrab-- begitu nyaman ketika bekerja. Terlebih, diusianya yang masih relatif muda, 27 tahun, membuatnya tidak canggung untuk bergaul, melepas beban ketika berhadapan dengan siapapun.
"Saya males memakai baju rapi. Karena udah males, ya jadi kebawa terus (sampai ke pekerjaan)," kata pria berambut cepak itu.
Itulah Ken dengan segala kesederhanaannya, namun siapa sangka hasil karyanya mampu membuat para Kaskusker begitu terpikat dengan situs forum diskusi dan jual beli besutannya.
Kaskus.com yang dirintisnya sejak 14 tahun silam, kini sudah menjadi raksasa situs forum di Indonesia. Untuk mencapai itu, Ken mengaku harus jatuh bangun untuk merajai situs komunitas dunia maya ini. Butuh proses, kerja keras dan keyakinan.
Niatnya sederhana, waktu itu yang terpikirkan bagaimana membangun usaha yang didasari atas dasar passion, sesuatu yang belum jadi tren di Indonesia. Karena itulah perlahan ia menapaki bisnis itu.
Bahkan kuliah yang sudah masuk semester enam di Seattle University harus Ken tinggalkan. Asa untuk bisa meneruskan usaha keluarga pun sirna. Alhasil, Ken pun harus menerima konsekuensi dan rela melepas kedudukan empuk untuk meneruskan usaha keluarga.
"Balik lagi masalah passion, saya mencari sesuatu belum digarap dan Kaskus big potential yang belum digarap. Selain itu, saya harus cari yang menarik (Kaskus). Itu yang penting," tuturnya melanjutkan perbincangan.
Beriring jalannya waktu, keluarga perlahan menerima. Ken pun semakin pede membangun Kaskus dari nol hingga menjadi berjaya saat ini.
Kaskus Terpuruk
Selama perjalanan Kaskus, (waktu itu dirintis bersama Andrew Darwis tahun 1999) ternyata tidak semulus yang diperkirakan Ken. Bahkan, Kaskus pernah mengalami pelbagai kesulitan, bahkan sempat ditipu. Dua minggu kaskus mati total, seluruh data hilang tak berbekas.
“Bingung harus ngapain, tapi kami bersyukur bantuan dari para member, akhirnya kami bangkit lagi,” jelas Ken lirih.
Selepas itu, Kaskus berkembang, memiliki 360 ribu member pada Maret 2008, per Juli 2012 situs besutan Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi Dharmawan memperoleh 4,6 juta member. "Terbaru kami mencatatkan 20 juta unique user per bulan," sebut pria yang hobi makan ini.
Nah, sudah menjadi raksasanya forum kasak-kusuk dengan banyak fitur berjejal, lantas mau dibawa kemana Kaskus ke depan?
"Kaskus 10-15 tahun ke depan, saya nggak bisa pastiin itu forum dan FJB. Tapi banyak orang teriak forum kan sudah bread ang butter-nya Kaskus, karena sudah dikenal ke sana. Tapi kalo sudah berbicara bisnis, beda urusan,"
Pandangan Ken Soal Startup
Bukan hanya jago bicara Kaskus, pria yang menghabiskan masa kecilnya di daerah Pluit, Jakarta Utara itu juga menyinggung soal perkembangan industri di Tanah Air. Menurutnya banyak startup yang tidak menghasilkan.
"Kalau buat saya yang masuk ke industri karena tren, bukan ingin kejar market -- banyak yang berhalusinasi nggak nanya memungkinkan nggak startup-nya bisa diterima. Kebanyakan di sini, saya suka neglihat 'wah lagi booming nih' jadi mereka nggak research. Banyak startup masuk majalah tapi nggak bisa menghasilkan," jelasnya.
Selain itu, ia mengakui bahwa industri belum didukung ekosistem yang mumpuni. Belum ada langkah yang berkesinambungan dari pemerintah, user, dan investor. "Soal internet aja di-push swasta, semua infrastruktur sama. Jadi cukup sulit selama semuanya belum ngejalanin,"
"Saat ini banyak event-event yang mendukung tumbuhnya startup di Indonesia. Dari sisi kualitas memang masih kurang, bukan salah siapa-siapa, tapi kamera industrinya belum mature," kilahnya.
Berorientasi ke depan, Ken mengakui bahwa menangani Kaskus saat ini jauh berbeda jika dibandingkan saat baru dirintis. Saat ini kejayaan telah direngkuh dan ia harus bisa mempertahankan posisi dan bahkan memperluas cakupan dan tantangan pun kian besar.
"Inilah sebabnya investasi dari Djarum membantu kami memperluas jangkauan dan produk, dan mereka (Djarum) banyak masuk untuk mentoring ke sana. Dulu sih bisa semuanya satu ruangan, berembuk, dan nggak ada sistem, dan sekarang berbeda penanganannya, karena tim tambah banyak dan bagaimana mencapai produktivitas itu yang harus dicari," tutupnya.