Inilah Animator Cantik Asal Indonesia Yang Menggebrak Hollywood Dalam Film The Hobbit
12 Desember 2013
0
comments
Film the Hobbit ke-2 yang dirilis tanggal 13 Desember di Indonesia ini kembali menceritakan petualangan Bilbo Baggins dalam melawan naga bernama Smaug yang telah menguasai harta para kurcaci.
Merupakan suatu prestasi yang membanggakan tentunya melihat ada nama orang Indonesia yang ikut menggarap film yang telah dinanti-nanti oleh para fans di seluruh dunia ini.
“Setelah Hobbit yang tahun kemarin, waktu itu saya ikut kerja di dua film, Iron Man 3 dan the Hunger Games Catching Fire yang sekarang sedang main.
Setelah selesai dari Hunger Games, baru mulai terlibat di proses animasi Hobbit 2,” ujar perempuan yang dalam 3,5 tahun terakhir bekerja sebagai animator di perusahaan milik sutradara Peter Jackson, WETA Digital, di Selandia Baru, kepada reporter VOA Indonesia, Dhania Iman, baru-baru ini.
* Rini Sugianto dan para karyawan WETA Digital, Selandia Baru
Sekitar 1,200 karyawan dikerahkan oleh WETA Digital untuk menggarap film the Hobbit yang ke-2 yang dikerjakan di Selandia Baru. Animatornya sendiri berkisar sekitar 100 orang.
Tantangan Menggarap Hobbit 2
Rini yang juga ikut mengerjakan animasi untuk film-film Hollywood seperti the Adventures of Tintin, the Avengers, Iron Man 3, Planet of the Apes, dan the Hobbit ini mengatakan bahwa tantangan dalam menggarap film Hobbit yang ke-2 jauh lebih berat jika dibandingkan dengan film yang pertama. “Mungkin sudah ada Hobbit pertama sebagai pembandingan.
Kita jadi merasa harus selalu lebih bagus. Jadi pressurenya juga lebih banyak, dan ceritanya sendiri lebih besar dibandingkan dengan yang pertama,” cerita lulusan S2 jurusan animasi dari Academy of Art di San Francisco ini.
* Rini Sugianto, animator the Hobbit: the Desolation of Smaug
Rini menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk menyelesaikan proses animasi film Hobbit yang ke-2 ini. “Saya kebanyakan ikut mengerjakan di bagiandragon (Smaug).
Itu sudah mulai di bagian terakhir, kata perempuan yang hobi mendaki gunung ini. “Tapi mungkin jangan dikasih tahu dulu, nanti yang belum nonton malah jadi spoiler,” sambungnya.
Kesempatan untuk ikut menggarap animasi film the Hobbit yang ke-1 dan 2 ini bisa dikatakan sebagai suatu kebetulan yang unik bagi Rini. Pasalnya, Rini memang suka dengan cerita fantasi the Hobbit dan the Lord of the Rings, yang merupakan kelanjutannya.
“Setelah saya nonton film Lord of the Rings, saya mencoba baca bukunya. Namun, ceritanya terlalu berat dan bukunya tebal. Akhirnya, karena tidak bisa baca buku Lord of the Rings, saya mulai baca buku Hobbit, karena Hobbit itu untuk anak kecil bukunya,” kenang Rini.
“Jadi saya familiar dengan cerita di bukunya dan untuk kerja di filmnya sendiri ada adegan-adegan yang saya merasa ‘oh, saya pernah baca tentang ini, saya tahu ceritanya’ It’s really cool!” kata tambahnya.
Walaupun penggarapannya telah selesai, Rini mengaku dia belum sempat menonton hasil akhirnya. Biasanya seusai penggarapan, dia dan karyawan WETA lainnya lebih memilih untuk beristirahat setelah bekerja keras menyelesaikan sebuah film.
Rini mengatakan dirinya bisa bekerja hingga 90 jam dalam seminggu untuk menggarap film ini. “Sekarang masih pada take a break,” canda Rini.
Merupakan kebanggaan tersendiri tentunya ketika namanya muncul di credit title film yang digarapnya. Usaha, kerja keras, dan jam kerja yang panjang seperti terlupakan. “Biasanya teman-teman atau misalnya di Internet yang melihat duluan sebelum saya,” kata Rini sambil tertawa.
* Nama Rini Sugianto di Credit Title Hobbit 2
Meskipun film Hobbit yang ke-2 ini baru selesai, WETA saat ini telah memulai penggarapan film Hobbit yang ke-3. “Ada kemungkinan saya tidak ambil bagian di Hobbit yang ke-3,” ujar Rini.
Selandia Baru Rayakan Perilisan Hobbit 2
Perayaan atas selesainya penggarapan film the Hobbit yang ke-2 ini juga tidak sebesar yang pertama, di mana pada waktu itu kota Wellington yang merupakan ibu kota dari Selandia Baru, dihias dengan berbagai dekorasi yang berhubungan dengan the Hobbit.
“Mereka benar-benar bersihin kotanya dan mereka taruh sculpture (patung) yang besar banget di key point di Wellington. Mereka membuat patung Gollum yang besar banget dan ditaruh di airport. Terus ada patung Gandalf besar di teater Embassy (teater tempat penayangan perdana film Hobbit). Dan mereka mulai pasang sebulan sebelum premierenya,” cerita Rini.
Pada waktu itu premier film Hobbit dilakukan di Selandia Baru, sedangkan premier film Hobbit yang ke-2 ini dilakukan di Los Angeles. Namun, berbagai promosi tetap dilakukan di Selandia Baru.
“Air new Zealand, maskapai penerbangan dari New Zealand, pasang gambar Smaugnya. Satu pesawat dilukis. Kalau tahun kemarin WETA workshop bikin patungnya Gollum dan ditaruh di airport, sekarang patung Gandalf sama eaglenya yang ditaruh di dalam airportnya,” papar Rini.
Berkarya di Hunger Games
* Aktor dan aktris film Hunger Games
Proses penggarapan animasi yang dilakukan oleh Rini untuk film Hunger Games: Catching Fire cukup singkat, karena memang WETA tidak mengerjakan film secara keseluruhan. “Fun banget buat saya.
Projectnya sangat pendek, karena kita hanya dapat satu sequence, jadi tidak satu full film seperti Hobbit. Di hunger games WETA sendiri mengerjakan bagian yang ada monyetnya. Semuanya mungkin berkisar tidak sampai tiga bulan,” ceritanya.
Rencana ke Depan
Rencananya sebentar lagi Rini akan pindah ke Los Angeles untuk berkumpul kembali dengan suaminya yang dinikahinya pada tahun 2012 lalu.
* Rini Sugianto dan suaminya, Brandon Riza, saat menikah tahun 2012
Karena hal ini Rini terpaksa keluar dari WETA. “So farhubungan saya dengan department di WETA lumayan bagus dan mereka juga bilang kalau ada kesempatan lagi, saya bisa balik ke WETA untuk kerja di proyek yang lain,” kata Rini.
Untuk sementara, di Los Angeles nanti Rini berencana untuk break dulu dari pekerjaannya sebagai animator untuk fokus di program mentoring yang sudah dia bina sejak tahun lalu. “Sebenarnya dari setelah wawancara saya mulai dapat banyak e-mail dari teman-teman dan pelajar-pelajar di Indonesia yang tertarik dengan animasi, dan mau mulai belajar animasi.
Mereka banyak bertanya bagaimana caranya belajar animasi dan mulainya dari mana. Pertanyaannya kebanyakan sama. Dari situ saya mikir daripada saya jawab satu-satu mendingan digabung saja, selama saya masih bisa mengajar online atau kasih kritik online, karena saya di Selandia Baru, why not? Jadi mulai dari tahun kemarin saya mulai menerima murid untuk program animasi, tapi sistemnya mentoring.
Tidak seperti sekolah yang umum. Dan semuanya dilakukan secara online. So far, murid kita sudah ada sekitar 10 orang yang tahun kemarin dan tahun ini kelar satu level. Beginner sama intermediate,” papar Rini.
Saat ini program mentoringnya ini masih dikerjakanya sendiri secara part time, karena pekerjaannya di WETA cukup memakan waktu. Jika nanti sudah berhenti kerja di WETA, Rini berharap bisa mengembangkan program mentoringnya ini.
Salah satu rencananya adalah mengadakan program beasiswa bagi orang-orang yang kurang mampu, namun tertarik untuk belajar animasi dengannya. Selain itu, Rini juga berencana untuk mengadakan beberapa workshop baik di Jakarta maupun di kota-kota lain di Indonesia.
Rini berharap agar kualitas animasi di Indonesia semakin meningkat. “Semoga dengan sedikit guidance dan exposure ke proses pembagian animasi yang biasanya digunakan di luar (negeri), bisa digunakan oleh para murid pengetahuan itu untuk lebih berkembang.”
Pesannya untuk para animator muda di Indonesia, “Never give up. There's always a way.”
# TWM | VOA