Surat terbuka putri Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais,
Tasniem Fauzia untuk Joko Widodo (Jokowi) mendapat banyak perhatian.
Setelah Tasniem membuat surat terbuka itu, masyarakat banyak yang ikut
menanggapi.
Setelah sebelumnya anak seorang petani bernama
Achmad Room Fitrianto menjawab surat Tasniem, giliran Dian Paramita yang
ikut menanggapi surat terbuka tersebut. Dian mengaku adik kelas Tasniem
saat duduk di bangku SMP 5 Yogyakarta.
Saat itu Dian masih duduk
di bangku kelas 1, dan Tasniem sudah kelas III. Pertemuan keduanya
terjadi saat mengikuti ulangan umum. Keduanya duduk bersebelahan.
"Saya
ingat betul, Mbak selalu meminjam pensil saya, lalu pulpen saya, lalu
penghapus saya, kemudian Mbak berbisik, "sorry ya Dek, aku kere..." Saya
tertawa senang mendengarnya. Karena saat itu Mbak Tasniem adalah anak
dari Ketua MPR, Amien Rais," cerita Dian, Senin (30/6).
Dian mengaku sangat mengagumi sosok sederhana Tasniem. Meski anak pejabat, Tasniem tetap hidup sederhana. "Berulang
kali saya ceritakan tentang sosok Mbak Tasniem yang saya kenal dan
kagumi. Saya ceritakan ke ibu saya, ke teman-teman saya, ke siapapun
jika sedang membicarakan anak pejabat. Karena Mbak berbeda dengan anak
pejabat lainnya, saya bangga pernah mengenal Mbak Tasniem," kenangnya.
"Namun
maaf Mbak, kekaguman saya buyar setelah membaca surat terbuka Mbak
untuk Jokowi, 26 Juni 2014 lalu. Karena surat itu tidak seperti surat
dari Mbak Tasniem yang saya kenal humble, sederhana, dan jujur. Jika
saya berpikiran dangkal, tentu saja saya akan berfikir Mbak menulis itu
karena Mbak adalah anak dari Amien Rais, pendukung Prabowo. Namun saya
menahan diri untuk tidak berfikir seperti itu dulu".
Selengkapnya, berikut ini surat terbuka Dian kepada Tasniem:
Surat Terbuka untuk Tasniem Fauzia
June 30, 2014
Yang Terhormat Mbak Tasniem Fauzia,
yang dulu sangat saya kagumi sebagai kakak kelas di SMP 5 Yogyakarta.
Mungkin
Mbak lupa siapa saya. Panggilan saya Mimit. Saat saya kelas 1 dan Mbak
Tasniem kelas 3, kita mendapat kursi bersebelahan untuk mengikuti
ulangan umum. Saya ingat betul, Mbak selalu meminjam pensil saya, lalu
pulpen saya, lalu penghapus saya, kemudian Mbak berbisik, "sorry ya Dek,
aku kere..." Saya tertawa senang mendengarnya. Karena saat itu Mbak
Tasniem adalah anak dari Ketua MPR, Amien Rais.
Kita
sering mengobrol saat ujian. Dari situ Mbak tau saya fans berat grup
musik The Moffatts. Kita bercerita mengenai pengalaman kita nonton
konser The Moffatts. Saya nonton yang di Jakarta, Mbak yang di Bandung.
Beberapa hari kemudian, Mbak jauh-jauh jalan dari kelas Mbak untuk
mendatangi kelas saya, lalu memberikan foto-foto The Moffatts yang Mbak
jepret di Bandung. Saya senang sekali. Sampai sekarang foto itu saya
simpan.
Setelah Mbak sudah
SMA dan saya masih SMP, saya sempat bertemu dengan Mbak di sebuah toko
buku. Saat itu Mbak memakai celana baggy hijau dan kaos band berwarna
hitam. Mbak terlihat tomboy dan sederhana. Dengan senyum Mbak membalas
sapaan saya. Saya yakin, di toko buku itu tak ada yang tau bahwa Mbak
Tasniem adalah anak seorang Ketua MPR.
Berulang
kali saya ceritakan tentang sosok Mbak Tasniem yang saya kenal dan
kagumi. Saya ceritakan ke ibu saya, ke teman-teman saya, ke siapapun
jika sedang membicarakan anak pejabat. Karena Mbak berbeda dengan anak
pejabat lainnya, saya bangga pernah mengenal Mbak Tasniem.
Namun
maaf Mbak, kekaguman saya buyar setelah membaca surat terbuka Mbak
untuk Jokowi, 26 Juni 2014 lalu. Karena surat itu tidak seperti surat
dari Mbak Tasniem yang saya kenal humble, sederhana, dan jujur. Jika
saya berpikiran dangkal, tentu saja saya akan berfikir Mbak menulis itu
karena Mbak adalah anak dari Amien Rais, pendukung Prabowo. Namun saya
menahan diri untuk tidak berfikir seperti itu dulu.
Oleh
karena itu, saya sungguh-sungguh ingin bertanya, apakah benar Mbak
Tasniem yang menulis surat itu? Tanpa desakan atau pengaruh dari orang
lain? Saya juga berharap Mbak menjawab dengan hati nurani yang paling
dalam, jika benar Mbak menulis surat itu, apakah Mbak yakin surat itu
baik untuk bangsa ini?
Saya
yakin sulit bagi Mbak Tasniem untuk menjawabnya dengan hati nurani yang
paling dalam jika di sekeliling Mbak Tasniem adalah pendukung Prabowo.
Apalagi mereka adalah keluarga tercinta. Oleh karena itu ijinkan saya
membantu Mbak untuk merenunginya dan menjawab beberapa pertanyaan Mbak
untuk Jokowi yang saya rasa tidak tepat.
Sumpah Jabatan Jokowi
Pertanyaan
Mbak mengenai Jokowi yang meninggalkan Jakarta bukan pertanyaan baru.
Saya sudah sering mendengar pertanyaan template ini dari para pendukung
Prabowo. Mengapa Jokowi melanggar sumpah jabatannya untuk menyelesaikan
Jakarta dan justru mencalonkan diri sebagai presiden?
Sebelum
menjawab terlalu jauh, ada yang harus diluruskan terlebih dahulu agar
Mbak Tasniem maupun semua pembaca surat Mbak tidak salah mengerti apa
isi sumpah jabatan. Berikut isi sumpah jabatan yang disebutkan Jokowi
maupun Ahok di pelantikan mereka 2012 lalu.
Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji.
Akan memenuhi kewajiban saya,
sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya,
dengan selurus-lurusnya,
serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.
Semoga Tuhan menolong saya.
Agar lebih jelas, Mbak Tasniem bisa menonton video sumpah jabatan Jokowi-Ahok disini: Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI masa periode 2012-2017 .Mendengarkan
ulang pelantikan itulah yang membuat saya bertanya, apakah Mbak Tasniem
betul-betul sudah membaca atau mendengar ulang isi pelantikan Jokowi
dengan Ahok tersebut? Karena dalam pelantikan itu saya tidak menemukan
satu katapun sumpah Jokowi harus menyelesaikan Jakarta hingga beres.
Seperti yang sudah diatur, Jokowi mengucapkan ulang sumpah jabatan itu
untuk menjadi Gubernur DKI yang baik, adil, lurus, sesuai UUD '45, UU,
dan peraturan, untuk berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa. Lalu
dimana letak Jokowi melanggar sumpah jabatan seperti kata Mbak Tasniem?Kalaupun
kita mengalah menggunakan logika Mbak Tasniem untuk menuntut sumpah
Jokowi agar membereskan Jakarta, maka semua gubernur sebelum Jokowi juga
harus kita tuntut. Mereka semua juga belum membereskan Jakarta. Mengapa
hanya Jokowi saja yang dituntut? Toh Jakarta "tidak beres" bukan karena
Jokowi. Justru seharusnya kita menuntut mereka yang membuat Jakarta
sedemikian rupa buruknya.Saya
setuju Jakarta itu penting untuk segera diperbaiki. Tetapi Jakarta
tidak serta merta hancur lebur jika ditinggalkan Jokowi. Jokowi memiliki
wakil sehebat Ahok. Jokowi tahu itu. Ahok pun adalah sosok yang
diunggulkan Prabowo. Maka jika Jokowi bisa mempercayakan Ahok untuk
menggantikannya memimpin Jakarta, mengapa Prabowo sebagai pencalon Ahok
tidak bisa percaya kepadanya? Mengapa Mbak Tasniem tidak bisa percaya
kepada Ahok?Mungkin Mbak
Tasniem hanya sedikit tidak teliti membaca sumpah jabatan Jokowi. Saya
pahami. Itu normal terjadi. Namun Mbak, dari tuntutan Mbak tersebut,
yang paling menggelisahkan adalah seakan mengingatkan Jokowi untuk
menyelesaikan Jakarta itu jauh lebih penting daripada mengingatkan
Prabowo untuk menyelesaikan kasus penculikan 1998. Ada 23 orang diculik,
9 mengaku disiksa, 13 belum kembali, dan 1 mati ditembak. Beberapa
korban yang kembali pernah bertemu korban yang masih hilang di markas
Kopassus Cijantung. Sehingga Prabowo tidak serta merta terlepas dari
keterkaitan kasus korban yang masih hilang.Mungkin
Mbak Tasniem tidak tau, bahwa kasus penculikan 1998 belum selesai.
Prabowo belum dinyatakan bersalah atau tidak bersalah oleh pengadilan
karena pengadilan untuk kasus ini tidak kunjung dilakukan. Sejak 1998, 3
lembaga negara antara lain Dewan Kehormatan Perwira (DKP), Tim Ad Hoc
Komnas HAM, dan Tim Gabungan Pencari Fakta, sudah melakukan penyelidikan
dan menemukan keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan 1998
tersebut. Dalam penyelidikannya, tahun 2005-2006 Tim Ad Hoc Komnas HAM
memanggil Prabowo untuk bersaksi, namun ia mangkir tak pernah memenuhi
panggilan. Tahun 2006, dibantu DPR, Komnas HAM mengajukan pengadilan
kasus ini ke Jaksa Agung. Namun hingga detik ini, pengadilan kasus ini
belum juga disetujui. Jadi sekali lagi, belum ada pengadilan untuk kasus
ini. Maka belum ada kejelasan hukum mengenai status Prabowo bersalah
atau tidak bersalah. Untuk lebih jelasnya, saya pernah menulis disini: Rangkaian Penculikan dan Keterlibatan Prabowo .Lalu
apakah memintanya untuk segera menyelesaikan kasus ini di pengadilan
tidak jauh lebih penting? Ada 9 keluarga korban yang selama 16 tahun
menanti kejelasan dimana orang tercinta mereka, Mbak. 16 tahun dan belum
ada keadilan. Kata seorang ibu korban yang masih hilang, "separuh
usiaku untuk membesarkan anakku. Separuh jiwaku terus sepi menunggu dia
kembali..." Tidak seperti
Jokowi yang bisa digantikan Ahok dalam memimpin Jakarta, penyelesaian
kasus penculikan 1998 hanya bisa dimulai dari kesaksian Prabowo. Tak ada
yang bisa menyelesaikan kasus ini tanpa Prabowo ke pengadilan dan
membuka semua kebenaran. Termasuk menyeret semua jendral yang terlibat. Lagipula,
menurut surat rekomendasi DKP pun Prabowo direkomendasikan untuk
diberhentikan dari dinas keprajuritan karena melanggar Sapta Marga dan
sumpah prajurit. Salah satu sumpah prajurit adalah tidak membantah
perintah atasan dan salah satu isi Sapta Marga adalah membela kejujuran,
kebenaran, maupun keadilan. Prabowo melanggar sumpah prajuritnya dengan
melakukan tindakan yang tidak sesuai komando atasannya. Prabowo pun
melanggar Sapta Marga-nya karena tidak bersedia memberi kesaksian saat
dipanggil Komnas HAM terkait kasus penculikan 1998. Walaupun kesaksiaan
Prabowo penting untuk memberikan keadilan kepada korban dan keluarga
korban.Mbak Tasniem, justru
inilah yang disebut melanggar sumpah jabatan. Apa yang diucap Prabowo,
tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Lalu mengapa Mbak Tasniem
lebih menggelisahkan Jakarta dan Jokowi yang ternyata tidak melanggar
ucapan sumpahnya, daripada menggelisahkan nasib kakak-kakak kita yang
diculik, disiksa, dibunuh, dihilangkan, dan Prabowo yang jelas melanggar
ucapan sumpahnya?Ditakut vs DiseganiMbak
Tasniem yang cantik, ingat tidak kita pernah mengidolai The Moffatts?
Sampai rela berdesak-desakan untuk menonton mereka dan mengambil gambar
mereka. The Moffatts adalah band asing asal Kanada. Namun apakah kita
takut kepada mereka? Kita menyukai dan mengaggumi mereka, bukan takut
pada mereka. Itulah yang penting dalam menjalin hubungan antar bangsa.
Saling menghormati dan dihormati. Bukan saling menakuti dan ditakuti.Menurut
Mbak Tasniem founding father kita pernah berpesan untuk memiliki
pemimpin yang ditakuti, dibenci, dan dicaci maki asing karena pemimpin
yang seperti itulah yang akan membela kepentingan bangsa. Tapi saya rasa
ini tidak tepat untuk di jaman yang lebih ramah seperti sekarang. Saya
katakan ramah karena di jaman sekarang ini, segala permasalah antar
negara tidak lagi diselesaikan dengan perang. Tetapi sebisa mungkin kita
selesaikan dengan menggunakan cara damai kekeluargaan yaitu jalur
diplomasi.Maka untuk apa
memiliki pemimpin yang ditakuti bangsa lain? Kita tidak sedang
berperang. Kita sedang menjalin hubungan baik saling menguntungkan antar
bangsa. Memiliki pemimpin yang ditakuti tidak akan memberi dampak yang
positif bagi bangsa ini. Contohnya Korea Utara. Amerika Serikat bahkan
PBB pun tak dapat ikut campur dengan apa yang sudah Kim Jong Un perbuat
dengan keji kepada rakyatnya. Karena mereka takut. Lalu apakah ketakutan
AS pada Kim Jong Un itu berdampak baik bagi rakyat Korea Utara? Justru
tidak. Jika kita kaget dan iba menonton film jaman dahulu yang rajanya
menyiksa rakyat dan memperlakukan rakyat dengan tidak adil, maka jangan
kaget pula jika itu masih terjadi di Korea Utara. Hingga detik ini.Sehingga
bagi saya Mbak Tasniem, kita tidak lagi membutuhkan pemimpin yang
ditakuti, namun disegani bangsa asing. Karena di jaman kita sekarang,
kita tidak lagi sedang berperang, namun kita sedang bekerja sama yang
saling menguntungkan. Saya mohon Mbak Tasniem, jangan lagi memandang
bangsa asing sebagai musuh. Karena itu akan menghacurkan kita sendiri.
Pandanglah bangsa asing sebagai teman baik untuk bekerja sama dan
berkompetisi. Untuk memiliki teman baik seperti itu, maka kita harus
ramah namun disegani, bukan ditakuti.Saya
percaya, bahwa Jokowi tidak akan sempurna nantinya. Namun saya pun
percaya, dia bukan jenis pemimpin yang represif atau yang memaksakan
perintahnya kepada rakyat. Sehingga nantinya, jika Mbak Tasniem merasa
Jokowi tidak bisa membela kepentingan bangsa di atas kepentingan asing,
kita bisa dengan lantang tanpa rasa takut untuk mengkritisinya.Jokowi dan Bangsa Asing
Tentu saja sosok Jokowi sudah
menjadi sosok yang disegani bangsa asing. Ia berulang kali disorot media
asing dengan positif. Salah satunya, seperti yang Mbak Tasniem
sebutkan, Jokowi masuk dalam majalah Fortune. Tidak tanggung-tanggung ia
dinobatkan sebagai salah satu dari 50 pemimpin terbaik di dunia. Ia
disandingkan dengan para pemimpin hebat lainnya seperti Dalai Lama, Bill
Clinton, Pope Francis, dan Aung San Suu Kyi. Mengutip majalah Fortune
sebelum memperkenalkan 50 pemimpin hebat versi mereka,
In
era that feels starved for leadership, we've found men and women who
will inspire you - some famous, others little known, all of them
energizing their followers and making the world better.
Membaca
kutipan itu dan mengetahui bahwa ada orang Indonesia termasuk yang
disebut di dalam kutipan itu, maka seharusnya Mbak Tasniem bangga, bukan
khawatir. Bahwa ada calon pemimpin kita yang disegani bangsa asing
sedemikian rupa. Sehingga akan membantu kita berhubungan baik saling
menguntungkan dengan mereka.
Jokowi Mampu
Mbak
Tasniem yang manis, sebenarnya apa yang Mbak tanyakan kepada Jokowi
mengenai kemampuannya memimpin 250 juta jiwa Indonesia seharusnya
ditanyakan juga kepada Prabowo. Apakah Prabowo mampu? Namun baik Jokowi
maupun Prabowo tidak perlu menjawab. Hanya rekam jejak mereka yang bisa
menjawab dengan jujur, apakah mereka mampu atau tidak memimpin bangsa
ini?
Rekam jejak Jokowi
mengatakan ia mampu. Ia telah memimpin Kota Solo dengan baik. Kalo tidak
baik, mengapa rakyat Solo menyanjung dan menghormatinya hingga
sekarang? Bahkan mendukungnya untuk menjadi presiden? Kalo tidak baik,
mengapa sejak dahulu kita sudah mendengar nama Jokowi walaupun ia hanya
seorang walikota? Saya ingat betul saya mendengar nama besar Jokowi pada
tahun 2011, di acara Provocative Proactive yang dipandu teman baik saya
Pandji Pragiwaksono. Acara ini adalah sebuah acara remaja yang membahas
politik. Di kesempatan itu Mas Pandji menyebut Jokowi sebagai seorang
walikota yang hebat. Beberapa bulan kemudian banyak sekali berita baik
mengenai kinerjanya. Karena itu masyarakat memohon kepada PDIP untuk
mencalonkan Jokowi agar memimpin ibukota Indonesia, Jakarta. Ia pun
berangkat ke Jakarta dan terpilih. Tidak sampai disitu, ia pun melakukan
berbagai perubahan berarti, seperti pembangunan MRT, penertiban Tanah
Abang, penertiban topeng monyet, dsb. Kemudian masyarakat memohon kepada
Megawati dan PDIP untuk mencalonkan Jokowi sebagai presiden. Termasuk
saya. Termasuk keluarga saya. Termasuk teman-teman saya. Banyak. Ia
mencalonkan diri sebagai presiden bukan karena paksaan Megawati, namun
karena paksaan saya dan jutaan rakyat lainnya.
Sementara
rekam jejak Prabowo belum menunjukkan ia mampu memimpin 250 juta jiwa
Indonesia. Ia adalah mantan seorang pemimpin prajurit militer. Mbak
Tasniem, prajurit militer itu berbeda dengan rakyat sipil. Dimana
prajurit harus menuruti semua komando pemimpinnya, tanpa boleh protes.
Berbeda dengan rakyat sipil yang justru idealnya terus mengkritisi
pemerintah jika dirasa kebijakannya tidak baik. Bahkan sebagai prajurit
pun Prabowo pernah diberhentikan dari ABRI 11 tahun sebelum masa
pensiunnya. Disini letak perbedaannya. Jokowi sudah teruji dan dipuji
saat memimpin rakyat sipil di 2 wilayah Indonesia, sementara Prabowo
belum teruji dan bahkan pernah diberhentikan dari militer.
Maka
dari itu Mbak Tasniem, bertanyalah pada hati yang terdalam, apakah
seseorang bisa kita percaya akan menjadi pemimpin yang baik jika belum
teruji dan pernah diberhentikan? Menurut rekam jejak kedua calon,
siapakah yang lebih siap dan mampu memimpin 250 juta jiwa Indonesia yang
mayoritas sipil itu?
Blusukan Jokowi
Saya
tahu Mbak Tasniem dari keluarga muslim yang dihormati. Saya pun yakin
Mbak Tasniem adalah seorang muslimah yang baik. Karena muslimah yang
baik adalah mereka yang selalu berprasangka baik. Maka mari kita
berprasangka baik pada blusukan Jokowi.
Blusukan
Jokowi tidak begitu saja langsung diketahui media lalu disorot. Ada
prosesnya. Darimana media tau Jokowi blusukan jika sebelumnya Jokowi
tidak blusukan di berbagai tempat? Blusukan Jokowi dilakukannya jauh
sebelum media tahu, lalu kemudian menjadi pembahasan masyarakat, lalu
kemudian media tertarik dan meliput.
Namun
untuk menjawab keraguan Mbak Tasniem mengenai keikhlasan Jokowi dalam
blusukan dan kesederhanaannya, mungkin Mbak Tasniem perlu mengetahui
cerita kesaksian dari 3 anak bangsa ini. Namanya Maya Eliza, Vicky Nidya
Putri, dan Fandy.
Karena kagum, baik Maya, Vicky,
maupun Fandy membagikan cerita dan fotonya ke Facebook. Pengalaman
mereka ini menjadi viral dibagikan oleh anak bangsa lainnya. Ini bukan
cerita dari media. Ini cerita dari anak bangsa seperti kita, Mbak
Tasniem.
Dana dan Kebocoran
Menanggapi
pertanyaan Mbak tentang asal dana untuk program Jokowi akan sulit.
Karena itu memang hanya bisa ditanggapi oleh Jokowi dan timnya sendiri.
Namun kemudian Mbak Tasniem menyebutkan kebocoran kekayaan alam
Indonesia yang dijelaskan Prabowo di dalam debat capres kedua.
Mbak
Tasniem yang cerdas, bukankah kebocoran yang disebut Prabowo itu penuh
perdebatan? Jika Prabowo mengaku mendapatkan data kebocoran itu dari
Abraham Samad, maka sebenarnya maksud Abraham Samad yang bocor itu bukan
dana yang sudah ada, bukan pula alam Indonesia. Maksud Abraham Samad
mengenai kebocoran adalah hilangnya potensi pendapatan negara. Potensi
ini hilang bukan karena dicuri, namun karena banyak pengusaha yang tidak
membayar pajak atau banyaknya produk impor yang masuk.
Jika
menurut Mbak Tasniem dana program Prabowo berasal dari kebocoran itu,
maka ini berarti pihak Prabowo menggantungkan dana program mereka dari
sesuatu yang masih bersifat potensi. Potensi yang masih mungkin berhasil
didapatkan, tetapi mungkin juga tidak berhasil didapatkan. Kemungkinan
potensi ini berhasil didapatkan negara adalah melalui perbaikan
peraturan pajak atau ketegasan pemerintah dalam menarik pajak kepada
pengusaha. Lain lagi dalam impor, potensi baru bisa berhasil didapatkan
jika pemerintah mampu melindungi produk dalam negri dari impor.
Tentu
saja untuk menuju keberhasilan, kedua cara ini prosesnya bersifat lama.
Jika demikian, sambil menunggu proses mendapatkan dana dari potensi
itu, dari mana dana untuk program-program Prabowo? Bahkan potensi dana
belum tentu berhasil didapatkan. Jika tidak berhasil didapatkan kemudian
pertanyaannya, dari mana dana untuk program-program Prabowo?
Bertanya Pada Hati Nurani
Sejujurnya
saya kecewa dengan isi surat Mbak Tasniem. Surat Mbak Tasniem
menggelisahkan untuk bangsa ini. Karena Mbak Tasniem seakan lebih
mengkhawatirkan Jakarta dipimpin Ahok daripada mengkhawatirkan 13 anak
bangsa yang masih hilang di bawah komando Prabowo. Seakan sumpah jabatan
Jokowi itu lebih berdosa daripada Prabowo melanggar sumpah prajuritnya.
Seakan blusukan Jokowi itu perlu dicurigai daripada mencurigai koalisi
gemuk dan koruptor pengemplang pajak di belakang Prabowo. Seakan jaman
sekarang lebih butuh pemimpin yang ditakuti karena pernah melanggar HAM
daripada pemimpin yang disegani dan dipuji bangsa lain. Seakan lebih
tepat meremehkan kemampuan Jokowi yang terbukti sudah mampu memimpin 2
wilayah di Indonesia daripada meremehkan Prabowo yang belum pernah
memimpin sipil dan jelas diberhentikan atasannya. Seakan lebih baik
memaklumi masa lalu kelam Prabowo dan orang-orang lama bermasalah di
belakangnya daripada memaklumi masa lalu Jokowi yang terbukti baik.
Kita
tidak sedang bertaruh seperti suporter sepak bola dengan taruhan uang
pribadi. Kita sedang menentukan masa depan bangsa, yang taruhannya
anak-cucu kita nanti. Memang betul kita harus selalu bertanya pada hati
nurani yang paling dalam untuk keputusan kita memilih pemimpin nanti.
Maka Mbak Tasniem, mohon tanyakan pada diri sendiri, apakah benar Mbak
Tasniem menulis surat itu dengan hati yang paling dalam?
Surat tulus dari mantan adik kelasmu yang dulu mengaggumimu,
Jakarta, 30 Juni 2014,
Dian Paramita
PS: Surat ini tak perlu dibalas.