Anak-anak Punk di Aceh Ditangkap !!!
16 Desember 2011
0
comments
Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan anak-anak punk yang berada di Banda Aceh sudah meresahkan masyarakat. “Ada banyak keluhan masyarakat terhadap keberadaan komunitas mereka, yang juga terlibat narkoba dan minuman keras,” ujarnya kepada Tempo, Kamis, 15 Desember 2011.
Menurutnya, hal itu terbukti pada saat punker mengadakan konser di Taman Budaya, Banda Aceh, akhir pekan lalu. Mereka mengatasnamakan organisasi lain mengelabui Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh untuk mendapatkan izin konser. Mereka juga melakukan pemalsuan surat.
Saat konser diadakan, pihak polisi melakukan razia kemudian menangkap mereka bersama beberapa barang bukti, narkoba, dan minuman keras. “Tindakan mereka sangat bertentangan dengan aturan syariat Islam di Aceh,” ujarnya.
Dalam razia tersebut, polisi menangkap 65 anak punk kemudian ditahan dan dikirim ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah, Aceh Besar, untuk dibina selama 10 hari, dari 13–23 Desember 2011. “Pembinaan mereka dan kebutuhan selama pembinaan ditanggung Pemerintah Kota Banda Aceh,” ujar Illiza.
Ia mengaku prihatin menyaksikan puluhan anak punk dari Kota Banda Aceh yang terjaring dalam razia penertiban oleh tim gabungan dari Kepolisian Resor Kota dan Pemerintah Kota Banda Aceh. Menurutnya, kehidupan yang mereka jalani saat ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam. “Jika kita biarkan, perilaku mereka akan mempengaruhi generasi muda Aceh lainnya,” katanya.
Pembinaan adalah upaya menyelamatkan anak-anak bangsa. Semua masyarakat harus mendukung upaya tersebut. “Ini untuk kebaikan mereka sendiri, tidak akan melanggar hukum.”
Kepala Kepolisian Daerah Aceh, Inspektur Jenderal (Irjen) Iskandar Hasan, mengatakan keberadaan anak-anak punk di Aceh telah meresahkan masyarakat. Mereka ditangkap karena dinilai telah menyimpang dari moral-moral yang dianut masyarakat Aceh yang kental nuansa keagamaan. “Kita ingin mengembalikan mental mereka, kita bina di SPN Seulawah,” kata Iskandar.
Di Sekolah Polisi itu, semua anak-anak punk digunduli rambutnya dan ditempa mental. “Ini untuk kepentingan mereka dan tidak melanggar HAM,” ujar Iskandar.
Sementara itu, Direktur LBH Banda Aceh Hospi Novizal Sabri mengatakan akan mendampingi anak punk yang ditangkap polisi. Menurutnya, LBH sejauh ini belum mendapat laporan maupun pengaduan dari komunitas punk di Aceh. “Kami tidak setuju dengan penangkapan itu,” katanya.
Alasan ketidaksetujuan LBH didasarkan pada penilaian kesalahan apa sebenarnya yang dilakukan oleh anak-anak punk itu. “Kalau buat acara tak ada izin, acara dibubarkan, bukan ditangkap. Kalau ada narkoba dalam acara itu, yang ditangkap person, bukan secara komunal,” ujar Hospi.
LBH akan mempertanyakan sikap kepolisian melakukan penangkapan dan pembinaan terhadap anak-anak punk di Aceh. “Kita baru akan melakukan koordinasi dengan polisi terkait hal tersebut,” ujarnya.
Polda Aceh: 65 Anak Punk Senang Digunduli dan Dibina
"Jadi kan begini, mereka itu dibina di sekolah polisi. Sesuai tradisi, mereka harus dimandikan dan digunduli. Dan mereka senang-senang saja," kata Kabid Humas Polda Aceh AKBP Gustav Leo saat dihubungi detikcom, Jumat (16/12/2011).
Gustav bercerita hal ikhwal anak-anak punk ini 'disekolahkan' di sekolah polisi. Pada Sabtu (10/12) lalu, ada 65 anak punk yang kedapatan mengumpulkan uang di jalan. Mereka meminta uang kepada pengendara di Banda Aceh.
"Karena tidak ada izin, anak-anak punk itu dirazia Satpol PP. Lalu karena ditemukan narkotika dan senjata tajam, akhirnya dikoordinasikan dengan Polresta Banda Aceh," jelas Gustav.
Karena masih remaja, pihak kepolisian dan Pemkot Banda Aceh pun menghubungi orang tua anak punk itu. Tetapi, orang tua menyerahkan kepada pemkot dan polisi untuk dibina.
"Saat ditangkap ada narkotika, tetapi tidak jelas siapa pemiliknya karena barangnya dikumpulkan semua. Ditanya juga tidak ada yang mengaku. Kemudian mereka ini hanya punya baju satu lembar dan banyak yang tidak mandi. Orang tua pun menyerahkan ke kita," jelasnya.
Akhirnya, digelar pembinaan bagi anak-anak punk ini. Dari 65 anak, 6 orang di antaranya perempuan. "Di sekolah polisi juga tidak ada kekerasan, mereka berlatih olahraga, outbond, dan banyak yang positif lainnya," terang Gustav.
Dia berharap masyarakat dan publik sadar, bahwa anak-anak punk ini harus dibina dan jangan dibiarkan hidup di jalanan. "Kita tidak ada dana untuk membina mereka. Tapi kita upayakan, jangan sampai mereka malah menjadi korban di jalan karena meresahkan masyarakat," tutur Gustav