Kisah Hidup Sam Ratulangie (Pahlawan Nasional) Yang Tidak Terekspos Sebelumnya
20 Juli 2010
0
comments
Inilah sepenggal kisah hidup Sam Ratulangie, sang pahlawan nasional asal Sulawesi Utara, yang belum pernah terekspos sebelumnya. Misalnya, dia dua kali menikah. Pertama dengan perempuan Belanda. Kedua, dengan gadis asli Minahasa dari Amurang.
Sam Ratuangie tak sekadar sosok pria cerdas, tampan, dan pekerja keras. Ia juga seorang ayah yang baik dan dicintai anak-anaknya. Toh, kisah asmaranya agak rumit, mengingat dia pernah bercerai kemudian kawin lagi dengan perempuan lain. Tapi, keputusan itu tampaknya menjadi pilihan sulit bagi Sam, ketika itu.
"Ayah saya sudah dua kali menikah. Pertama, dengan perempuan asal Belanda, namun berakhir cerai. Kedua dengan ibu saya, gadis asli Amurang yang bertemu dengannya di Jakarta," ujar Dr Lanny M Sugandi-Ratulangie kepada Tribun Manado, Sabtu (17/7/2010) .
Berdasar penuturan orang-orang terdekatnya secara turun-temurun, Sam Ratulangie punya ketegasan dalam menjalankan hubungan asmara. Hal ini yang membuat kisah cintanya tidak pernah menjadi 'pengganggu' ketika ia akan menuangkan ide-ide dan perjuangannya bagi bangsa ini.
Dua kali terlibat kisah asmara. Dua kali menikah dengan dua orang perempuan hebat dengan latarbelakang unik. Istri pertamanya adalah asal Belanda, bernama Suze Houtman. Mereka menikah pada 1915 dan dikaruniai sepasang buah hati. Anak laki-laki biasa disapa Oddie dan adiknya dipanggil Zus.
Sam Ratulangie bertemu Suze di negeri Belanda saat aktif dalam organisasi Indische Vereeninging. Ia pernah menjabat ketua organisasi ini tahun 1914-1915. Padahal, kala itu dia baru setahun merantau ke Eropa. Ia juga sempat bekerja serabutan di dermaga untuk mencari tambahan biaya hidup di sana.
Saat menikahi Suze, Sam sudah meraih ijazah K1 yang memberikan kepadanya hak mengajar di sekolah menengah. Ia kuliah di Fakultas Ilmu Pasti dan Alam Universitas Amsterdam (Faculteit der Natuurwetenschappen, Wiskunde en Informatica, Universiteit van Amsterdam).
Namun, hasrat untuk belajar tak pernah berhenti. Saat itu Sam ingin melanjutkan ke tingkat S3, yaitu program doktor. Sayangnya dia ditolak Universitas Amsterdam. Atas nasihat Mr Abendanon, Sam meneruskan penelitiannya di Universitas Zurich, Swiss. Lulus pada tahun 1919, menyandang gelar doktor dalam ilmu matematika. Dia menjadi doktor matematika pertana di Benua Asia.