Perjalanan Wisata Adolf Hitler Ke Kota Paris
20 Juli 2010
0
comments
Para "wisatawan" Nazi sedang mengagumi keindahan kota Paris, 30 Juni 1940
Jalan-jalan pagi di deket Menara Eiffel emang nyoss banget! Saya coba deh "mengidentifikasi" orang-orang yang ada di foto ini, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (sedikit ngelepot), Karl Wolff, Max Wünsche (belakang), Hermann Giesler, au ah gelap, Wilhelm Brückner, Albert Speer, Karl Brandt, Adolf Hitler, Martin Bormann, Arno Breker dan au ah gelap (yang jelas bukan Heinrich Himmler!)
Tak diragukan lagi, foto paling terkenal dari perjalanan Hitler ke Paris adalah foto di atas, dimana sang Führer berpose dengan latar belakang Menara Eiffel. Di sampingnya adalah arsitek Albert Speer (kiri) dan pematung Arno Breker
“Semenjak Stalingrad aku telah menjadi seorang komandan yang malang. Aku selalu bernasib harus melindungi bagian belakang dari tentara Jerman, dan setiap kali pula aku diharuskan merusakkan kota yang aku tinggali," kata General der Infanterie Dietrich von Choltitz. "Dan sekarang aku akan terkenal dalam sejarah sebagai orang yang menghancurkan Paris.”
Itu ucapan von Choltitz sebagai pemegang komando militer Jerman di Paris saat kota ini diambang kejatuhannya ke tangan Sekutu, soalnya antara tanggal 19-20 Agustus 1944 ia memperoleh perintah pribadi dari Adolf Hitler untuk mempertahankan Paris hingga saat terakhir dengan merusakkan semua jembatan di atas Sungai Seine yang membelah kota, serta menghancur-lantakkan bangunan-bangunan terkemuka di kota tersebut.
Karena tidak kunjung ada ujud pelaksanaannya, Hitler pun mengulangi perintah yang sama kepada Kepala Staff Tentara Grup B, Generalmajor Hans Speidel pada tanggal 23 Agustus 1944, yang notabene adalah bawahan von Choltitz. Hanya satu hal yang tidak diketahui oleh Hitler, bahwasanya kedua jenderal ini adalah pecinta berat kota Paris yang sarat dengan peninggalan bersejarah, dan bahkan keduanya pun fasih berbahasa Prancis! Mereka berdua telah sepakat secara pribadi jauh sebelum pendaratan Sekutu di Normandia bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan berupaya untuk tidak menghancurkan kota Paris.
Memang Paris tidak jadi dihancurkan dan keindahannya masih bisa kita nikmati hingga saat ini, dan ini berkat upaya diplomasi konsul Swedia Raoul Nordling yang menjadi penengah antara pasukan Sekutu dan Jerman sebagai pihak yang kalah. Jenderal von Choltitz menyerah bersama pasukannya pada tanggal 24 Agustus 1944 ke tangan Sekutu. Hitler pun murka lalu memerintahkan agar Paris dihujani bom terbang V-1 dari udara dan mortir-mortir raksasa 88 mm, tetapi kembali perintah ini digagalkan oleh General der Infanterie Günther Blumentritt (yang ternyata juga lagi-lagi pecinta berat kota Paris!) dengan alasan rasional, yaitu demi strategi militer ketimbang membuang amunisi percuma yang logistiknya kian terbatas. Setidaknya itu yang dikatakan kemudian hari oleh seorang jenderal Jerman lain, bernama Bodo Zimmermann.
Paris sungguh memiliki pesona luar biasa bagi siapa pun. Sejarah pun mencatat bahwa empat tahun sebelumnya seorang Adolf Hitler dengan rombongan kecilnya melakukan kunjungan wisata dadakan menembus kabut yang masih menyelimuti kota. Hal itu dilakukannya sehari sesudah Prancis menyerah, yakni tanggal 30 Juni 1940 tepat pukul 06.00 pagi.
Seorang penjaja koran di Place de l’Opera terpaku dan tidak mempercayai matanya sendiri ketika ia melihat Hitler, sang Penakluk Prancis, berdiri tidak jauh dari dirinya dan berlaku bak seorang wisatawan dengan rombongannya. Tapi seorang wanita Paris lainnya begitu terkejut dan masih sempat tergesa lari bak melihat hantu sambil berteriak, ” Ya Tuhan, dia ada disini “. Kita bisa memahami keterkejutan warga Paris ini, soalnya baru sehari negerinya diduduki dan keesokan harinya sang penakluk berdiri dihadapan mereka. Hitler datang bersama para ajudan, pengawal bersenjata, dan uniknya ia membawa serta pula dua seniman kesayangannya yaitu arsitek Albert Speer dan pematung Arno Breker. Ini karena buat dirinya, selain merupakan perjalanan kemenangan pribadi juga semacam wisata budaya.
Kunjungan singkat dan rahasia itu hanya berlangsung 3 jam dan terkesan acak-acakan jika dilihat dari tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi serta jalur yang dilalui. Dari Gedung Opera dimana dengan bangga ia mengatakan bahwa ia tahu ada sebuah ruang yang hilang setelah berkunjung ke bagian dalam gedung, ternyata benar karena ruangan itu sudah ditutup dengan tembok pada renovasi sebelumnya ; maklum Hitler amat fasih dengan arsitektur gedung bersejarah ini. Lalu rombongan kecil itu kemudian melaju ke Madeleine, mengelilingi Arc de Triomphe kemudian berhenti dekat Menara Eiffel. Kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi makam Napoleon Bonaparte di Les Invalides. Di makam ini sambil menatap peti jenazah dari batu porfiri, tempat sang Penakluk Eropa terakhir terbaring, Hitler bergumam, “ Inilah saat yang paling indah dalam hidupku.”
Perjalanan kemudian dilanjutkan untuk singgah sejenak di Pantheon, Hotel de Ville dan gereja Sacre-Coeur. Lalu kemudian mereka melaju ke bandar udara Le Bourget sekitar pukul 09.00, dimana di sana ia sudah ditunggu lalu dikerumuni oleh para prajurit Jerman yang mengaguminya. Hitler terlihat santai dan riang ketika berdialog dengan mereka sebelum terbang pulang ke markas besarnya. Bahkan tercatat pula selama perjalanan pulang seperti banyak wisatawan lainnya, ia pun merasa gembira. Hari itu Adolf Hitler bak seorang wisatawan yang melakukan paket kunjungan ke 10 kota sekaligus!
Jadi ada dua perintah kontradiktif yang pernah ia berikan, yaitu untuk menghancurkan kota Paris ketimbang jatuh ke tangan Sekutu, yang besar kemungkinan lebih disebabkan keterdesakan nan sangat baik di Front Barat setelah Pendaratan Normandia, maupun di Front Timur ketika pasukannya babak belur harus menarik diri dari Rusia. Soalnya dalam banyak kesempatan jika berdiskusi soal seni, Hitler kerap menyatakan kecintaannya pada Kota Paris ketimbang Kota Wina saat ia menggelandang hidup sengsara dengan gaya bohemian pada tahun 1930-an.