Pembunuh Pemimpin Kulit Putih Afrika Selatan Dianggap Pahlawan
22 Juli 2010
0
comments
TEMPO Interaktif, Ventersdorp - Kedua tersangka pembunuh pemimpin supremasi kulit putih, Eugene Terreblanche, dihadirkan di persidangan untuk pertama kalinya di barat laut Kota Ventersdorp, Afrika Selatan.
Oleh polisi, kedua tersangka yang bekerja sebagai buruh tani itu, berusia 28 dan 15 tahun, dituduh telah membunuh Terreblanche gara-gara mendapat upah yang tidak adil.
Karena salah satu tersangka masih di bawah umur, Direktur Nasional Penuntut Umum Menzi Simelane kepada media mengatakan, pihaknya telah menemui perwakilan dari Afrikaner Resistance Movement (AWB), organisasi yang didirikan Terreblanche, dan komunitas forum kebijakan untuk menjelaskan bagaimana pengadilan memproses kasus tersebut.
"Pada 1 April tahun ini, Undang-Undang Peradilan Anak sudah diterapkan dan prosedurnya berbeda dengan peradilan umum lainnya," kata Simelane. "Kami ingin memastikan bahwa semua orang paham apa yang terjadi."
Persidangan dua pemuda tersebut diwarnai ketegangan. Ratusan pendukung supremasi kulit putih berunjuk rasa di luar pengadilan. Ketegangan kian meningkat setelah lebih dari 300 anggota AWB, yang menggunakan seragam celana khaki, berhadap-hadapan dengan ratusan warga kulit hitam di luar pengadilan.
Beberapa warga kulit hitam tampak cemas. Salah seorang dari mereka kepada CNN mengatakan mereka takut. "Orang-orang ini terluka, pemimpin mereka telah dibunuh dan kami tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap kami," kata orang itu.
Guna mencegah meletusnya bentrokan, polisi memperketat keamanan dan memasang kawat berduri di sekitar pengadilan. Polisi juga mengatakan telah siap menghadapi kerusuhan yang bisa terjadi kapan saja.
"Kami sudah menyebarkan pasukan tambahan untuk menjamin keselamatan semua orang," kata juru bicara polisi, Adele Myburgh.
Pada saat yang sama, beberapa komunitas Ventersdorp menganggap kedua tersangka sebagai pahlawan. "Ini adalah anak-anak yang berani. Mereka melakukan apa yang telah gagal dilakukan orang lain selama beberapa tahun," kata Zila Mokotedi.
"Orang-orang pincang dan beberapa tewas karena dia. Dia telah membuat ketegangan di antara orang-orang. Kami tak cukup berani untuk melihat matanya, dua anak muda ini adalah pahlawan kami," Mokotedi menambahkan.
"Mereka berhasil mengenyahkan musuh kami."
Terreblanche tewas pada Sabtu lalu. Menurut polisi, lelaki 69 tahun itu tewas setelah dipukul dan ditusuk dengan golok. Polisi langsung meringkus kedua tersangka.
Tak urung insiden ini menimbulkan ketegangan dan dikhawatirkan menjadi ketegangan rasial menjelang berlangsungnya Piala Dunia 2010 di negeri ini.