Para “Gayus Muda” Telah Lahir !!!
8 Desember 2011
0
comments
Sudah lama tidak mendengar gaungnya icon korupsi kita Gayus Tambunan,
sekarang yang muncul ke permukaan malah para “penerus tahta” yang
terbilang masih muda. Sungguh miris memang, tapi itulah kenyataan yang
mau tidak mau harus kita telan. Sekarang telah lahir para “Gayus Muda”
di tanah Indonesia kita, kabar baikkah ini? Bagi mereka mungkin iya,
tapi bagi kita, benar – benar berita buruk.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir
temuan mengejutkan. PPATK menemukan fakta, kini korupsi tidak hanya
dilakukan pejabat yang tua, namun sudah dilakukan sejumlah pegawai
negeri sipil yang masih muda.
“Ada dua orang anak muda golongan III B potensial. Usia 28-38 tahun
mengerjakan proyek fiktif menilep belasan miliar,” kata Wakil Kepala
PPATK, Agus Santoso, di Jakarta, Selasa 6 Desember 2011.
Menurut Agus, PNS muda yang memiliki rekening miliaran rupiah
ternyata bukan hanya Gayus Tambunan saja. “Sejak 2002, yang kami
serahkan 1.800 laporan indikasi korupsi. Ternyata Gayus (Tambunan) nggak
cuma satu, saya prihatin membaca laporan itu,” ujarnya.
Agus yang baru menjabat selama sebulan, mengaku syok atas temuan
tersebut. Awalnya, Agus menduga kedua PNS ini ‘bekerja’ untuk atasan
mereka. “Ternyata tidak, mereka bermain sendiri.”
Modus yang dilakukan PNS ini untuk korupsi dengan cara memasukkan
dana miliaran tersebut ke rekening istrinya. Lalu, sang istri memecah ke
anak mereka yang baru berusia 5 bulan. “Anaknya sudah diasuransi Rp2
miliar, lalu anaknya yang 5 tahun juga diasuransikan pendidikan Rp5
miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya.”
Selain itu, Agus juga menemukan tiga anak perempuan menerima
gratifikasi reguler sebanyak Rp50 juta per bulan. “Untuk jumlah pegawai
golongan IIIB yang punya rekening miliaran rupiah, selama saya menjabat
jumlahnya kurang lebih 10 orang.”
Agus mencontohkan PNS tersebut adalah pegawai yang duduk di
tempat-tempat strategis, seperti posisi bendahara. Menurutnya, data
bendaharawan di hampir semua Pemda di seluruh Indonesia menunjukkan
banyak terjadi penyimpangan.
Modusnya adalah dengan memanfaatkan proyek-proyek yang berjalan
hingga akhir tahun. Misalnya pada akhir tahun dimana semua lembaga harus
melakukan laporan pemindahan dan tutup buku, akan tetapi banyak
proyek-proyek yang masih berjalan. “Ini pragmatis, mereka pindahkan uang
negara ke rekening pribadi. Alasannya biar mudah,” kata Agus.
Menurutnya praktik yang demikian kerap terjadi dan itu terjadi di
pertegahan bulan Desember setiap tahunnya. Konyolnya uang tersebut
dipindah ke rekening istrinya dan anaknya.
“Kan di bank ada bunga lalu bunganya punya siapa dan kalau mati
uangnya jadi wasiat dan itu jadi milik dia, inikan uang negara,”
ujarnya.
Agus menjelaskan, hal tersebut diketahui dari aplikasi komputer yang
dimiliki PPATK. “Ketika kita mengetik nama dan tanggal lahir orang itu,
muncul riwayat transaksi keuangannya di bank, asuransi, agen,” ujarnya.
Agus berharap KPK segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. “Kami
sudah laporkan ke KPK, karena masih berupa data intelijen masih butuh
pendalaman, penyelidikan, dan penyidikan,” kata Agus.
Menurutnya, PPATK merupakan institusi intelijen keuangan untuk
memperkuat penegakkan hukum sehingga data yang diserahkan bersifat
intelijen. Karena itu ia tidak bisa menyebut detil data-data PNS muda
yang disinyalir memiliki rekening miliaran rupiah. “Kami tidak bisa
menyebut nama, inikan intelijen unit, tentunya bila ada hasil dilaporkan
ke penegak hukum,” ujarnya.
Ia mendorong KPK agar dapat menerapkan dalam penyidikan dan
penuntutan secara kumulatif terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan
pencucian uang. “Maka saya katakan jangan kaget, semua pelaku pencucian
uang baik pasif dan efektif akan terseret,” ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan UU Pencucian Uang, maka tidak hanya
pelaku saja yang dapat dijerat. “Kalau gunakan UU TPPU, anak istri atau
suaminya juga bisa ditarik bila terbukti melakukan hal itu. UU ini juga
meminta pelaku untuk melakukan pembuktian terbalik, kalau dia tidak bisa
membuktikan hartanya itu maka ada perampasan aset,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Inspektorat Jenderal di
kementerian untuk semakin memperketat pengawasan melekat (waskat).
Apalagi, jika ada anak buah yang kelihatan glamor, dengan penghasilan
yang bisa diketahui jumlahnya dan terus-menerus menduduki jabatan
strategis. “Kami pertanyakan mengenai tindakan administratif yang
dilakukan,” ujarnya.
Selain itu, Agus meminta semua lembaga agar melakukan perbaikan,
khususnya yang menyangkut pelayanan publik serta pengadaan barang dan
jasa. “Sistem manualnya harus diperbaiki. Apakah memungut, pengadaan
proyek dan rawan tergoda perbuatan koruptif,” tuturnya.
Mengenai dugaan tersebut, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengusulkan agar tiap proyek
pemerintah dilaksanakan pada awal tahun. Atau pembangunan harus
dipercepat.
“Saya selalu bilang pembangunan itu harus dipercepat, itu harus
diselesaikan hibernasi nasional itu. Hibernasi nasional itu orang baru
kerja April. Harus dicari kiat yang tidak menyalahi prinsip
akuntabilitas tapi bisa dipercepat. Jadi Januari atau Februari orang
sudah mengerjakan proyek, jadi ada waktu 10 bulan untuk mengerjakan
proyek,” kata Azwar.
Azwar pun menilai tidak bakal ada proyek yang dapat selesai jika
dimulai pada akhir tahun. “Mana mungkin ada proyek bulan November 70
persen, tiba-tiba bulan Desember sudah 100 persen, itu kan nggak
mungkin,” ujarnya. “Makanya saya berulang kali bilang, daripada kita
berakrobat di ujung tahun, kita paksa lebih cepat mulainya di awal
tahun.”
Caranya, lanjut Azwar, satuan tiga sudah boleh buat tender. “Di DPR
sudah dibahas. Sebelum dimulai satuan tiga sudah boleh tender, dengan
catatan nanti tidak boleh diikat kontrak,” ujarnya.
Azwar pun meminta agar temuan tersebut ditindaklanjuti. Apakah benar
uang itu benar milik PNS tersebut atau karena hasil penyimpangan jabatan
atas uang proyek yang dipindahkan.
Meski demikian, Azwar mengaku belum mendapatkan laporan tersebut.
Saya baru baca di koran saja. Rencananya kan hari ini ke PPATK,”
ujarnya.
Selain itu, Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, juga mengungkapkan
sekitar 60 persen PNS diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus
perjalanan dinas. Menurut Abdullah, para PNS ini diindikasikan melakukan
korupsi disebabkan besarnya gaji yang diperoleh tidak mencukupi
kebutuhan hidupnya.
“Gajinya hanya cukup untuk 10 hari,” ujar Abdullah Hehamahua saat
memberikan sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Kantor
Ditjen Pajak, Jakarta.
KPK menilai, selama ini, para PNS yang melakukan perjalanan dinas
lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja. Bahkan, sering terdapat PNS
yang memiliki laporan surat pertanggungjawaban selama 360 hari. “Itu
kesempatan untuk memperoleh penghasilan,” tuturnya.
Masyarakat, dia menambahkan, sering menganggap reformasi birokrasi
yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi hanya
terpaku pada persoalan gaji. Namun, KPK menganggap alasan tersebut
hanyalah salah satu alasan munculnya tindakan korupsi.
“Kami tawarkan pada Menteri Keuangan, gaji besar tapi tunjangannya tidak sampai sepertiganya,” tuturnya.
Dugaan kepemilikan rekening miliaran rupiah ini juga pernah
diungkapkan Kepala PPATK Muhammad Yusuf. “Masa PNS punya rekening sampai
ratusan miliar,” ungkap Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin
28 November 2011.
Berapa jumlah Temuan itu, kata Yusuf, diketahui dari Laporan
Transaksi Keuangan (LHA) mencurigakan dari penyedia jasa keuangan atau
perbankan. Berapa jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) yang terkait
dengan PNS, Yusuf enggan membeberkannya. “Ada. Tapi tidak bisa
disebutkan,” katanya.
Informasi dan data soal itu, lanjutnya, bersifat rahasia, agar para
oknum PNS ‘miliarder’ itu tidak dapat menyusun strategi apabila
laporannya disebutkan ke publik. “Kalau saya bicara, nanti mereka bikin
strategi dong,” ucapnya.
Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa LHA yang sudah dilaporkan dan
kemudian disidik oleh penegak hukum. Contohnya, Gayus Tambunan dan
Bahasyim Assifie. Banyak juga LHA, lanjutnya, yang belum ditindaklanjuti
oleh aparat penegak hukum meski kasusnya sudah berjalan di ranah
penyidikan.
PPATK sudah bersepakat dengan Kapolri untuk menindaklanjuti LHA
tersebut. “Saya sudah meminta Kapolri untuk meninjau ulang dan beliau
berkenan dan menjanjikannya. Artinya, kami sudah kirim. Belum ada tindak
lanjut karena ada alamat yang fiktif, identitas palsu atau ada juga
yang masih dalam proses,” jelasnya.
Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein pun sudah mencium soal transaksi
yang mencurigakan di pemerintah daerah. “Kalau pemda banyak
menyalahgunakan, jawabannya ya,” kata Yunus.
Yunus menjelaskan, penyalahgunaan di daerah lebih banyak dilakukan
dengan cara menyimpan dana pemerintah daerah di rekening pribadi.
“Seharusnya kan tidak boleh,” kata dia.
Meski demikian, Yunus tidak menyebut daerah mana saja yang paling
banyak menyalahgunakan dana pemda tersebut, termasuk besarnya dana yang
disalahgunakan. “Bisa menyesatkan itu kalau besaran. Kami tidak pernah
hitung jumlah, tapi transaksi. Kalau jumlah berputar-putar,” kata calon
pimpinan KPK itu.
Yunus juga mengaku tidak tahu-menahu berapa banyak laporan PPATK yang
sudah ditindaklanjuti penegak hukum. “Tanya penegak hukum. Kami kan
kasih umpan saja,” ucap Yunus.
Termasuk soal tindakan menyimpan dana tersebut di rekening pribadi,
Yunus tidak berani menyebut hal itu kriminal atau bukan, sebab
penyidiklah yang akan menentukan.
Kepemilikan rekening gendut oleh PNS muda ini mendapat perhatian dari
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, permasalahan ini cukup
serius dan harus dituntaskan. “Saya kira agak serius, supaya
diungkap,” kata Mahfud.
“Kalau PNS-nya mendapatkan itu dengan wajar tidak apa-apa. Tetapi
harus diungkap bagaimana seorang PNS golongan III atau bahkan golongan
IV sekalipun punya harta ratusan miliar, itu nggak masuk akal.”
Mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan yang perlu
diungkap adalah dugaan apakah mereka memanfaatkan dana negara. “Karena
sebenarnya masalah kita itu birokrasi yang sangat bermasalah,” ujarnya.
Dia menyarankan agar PPATK melaporkan indikasi-indikasi uang itu dari
mana, kemudian jika sudah diketahui akan mudah mencari bagaimana bisa
ada uang seperti itu. “PPATK tidak boleh menyebut itu secara
samar-samar, dilaporkan saja daftarnya. Kemudian diseleksi lagi mana
yang benar-benar bermasalah. Sehingga ini menjadi jelas,” katanya.
Dia menambahkan karena inspektor pengawasan tidak bekerja dan maka
PPATK harus bekerja keras. “Menurut saya ini serius untuk pemberantasan
korupsi,” pungkas Mahfud.qory-mkostore
sumber: vivanews.com