Inilah Rencana tarif jalanan untuk pusat kota Jakarta
16 Maret 2012
0
comments
Sistem kawasan berbayar lalu lintas atau Electronic
Road Pricing, ERP, segera akan diterapkan di Jakarta dan empat kota
besar lainnya.
Hal itu dimungkinkan setelah
Peraturan Pemerintah tentang Manajamen Rekayasa Lalu Lintas
ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lewat
kebijakan ini pemerintah berharap bisa mengurangi kemacetan lalu lintas
di kota-kota besar dengan asumsi para pengemudi mobil pribadi akan
beralih ke angkutan umun.
Di Jakarta,
misalnya, Jalan Sudirman direncanakan sebagai salah satu lokasi
penerapan sistem kawasan berbayar untuk menggantikan sistem kendaraan
berpenumpang tiga saat ini, yang lebih dikenal dengan istilah '3 in 1'.
Dengan
ERP -yang rencananya akan mulai diterapkan tahun depan- maka pengguna
kendaraan pribadi harus membayar sejumlah biaya kepada pemerintah.
Berharap urai kemacetan dengan ERP
Sistem kawasan berbayar (ERP) akan diterapkan di Jakarta tahun depan dalam upaya atasi kemacetan. Laporan Sri Lestari.
Untuk melihat materi ini, JavaScript harus dinyalakan dan Flash terbaru harus dipasang.
Unduh Flash Player versi terbaru
Putar dengan media player alternatif
Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, ERP rencananya akan diterapkan lima kota besar, antara lain Jakarta, Bandung, dan Medan.
Bagaimanapun Freddy Numberi mengakui bahwa ERP bukanlah satu-satunya jalan ke luar dalam mengatasi kemacetan lalu lintas.
"Kan
kita lihat kemacetan bukan hanya itu, ada banyak hal lain yang perlu
dikomunikasikan supaya lebih terurai," tutur Freddy Numberi.
Investasi angkutan umum
Saat ini prasarana pendukung ERP untuk Jakarta sudah disiapkan.
Dan beberapa pengemudi kenderaan pribadi menyatakan tidak keberatan atas gagasan ERP tersebut.
Seorang
warga Jakarta mengatakan selama ini pengguna kendaraan pribadi yang
memasuki pusat kota Jakarta juga sudah membayar 'joki' agar bisa
memenuhi peraturan '3 in 1'.
"Sekarang kan kalau bawa '3 ini 1' kan juga sewa joki," tuturnya.
"Saya
tidak masalah membayar tapi juga harus dipikirkan bagaimana dengan
masysrakat yang mungkin tidak memiliki penghasilan yang cukup," tutur
seorang pengemudi kendaraan pribadi lainnya.
Dia menegaskan bahwa pilihan menggunakan kendaraan pribadi adalah karena tidak tersedianya layanan angkutan umum yang memadai.
Oleh
karena itu diharapkan pemasukan dari ERP digunakan untuk meningkatkan
angkutan umum, seperti dijelaskan Direktur Institut Studi Transportasi
Instrans, Darmaningtyas.
"Kalau tidak
tersedia angkutan umum massal, masyarakat enggan juga meninggalkan
kenderaan pribadinya sehingga lebih baik menggunakan kendaraan pribadi
meskipun bayar."
"Selama ini mereka juga harus membayar, dalam sistem '3 in 1' misalnya."
Kemacetan
di Jakarta terjadi antara lain karena jumlah kendaraan terus meningkat
hingga mencapai 11 juta lebih pada tahun 2010, seperti disampaikan
Kepolisian Jakarta.
Sementara itu Dinas
Perhubungan DKI menyebutkan jumlah kendaraan pribadi bertambah lebih
dari 1.000 kendaraan per hari atau 9% per tahun.