Perubahan Monumen Erberveld Dulu dan Sekarang
22 Juni 2011
0
comments
Sobat muda apa kalian pernah mendengar nama sejarah yang fenomenal pada zaman kompeni saat itu, mungkin sekarang anak muda Indonesia tidak mau tahu lagi tentang sejarah Indonesia. Disini Admin sedikit mengulas sedikit cerita akan tentang Monumen "Erberveld" yang kini masih menjadi pertanyaan masyarakat banyak.Mungkin inilah sedikit penjelasan tentang Monumen tersebutDulu di sebelah Gereja Sion pernah terdapat sebuah monumen bersejarah yang bentuknya agak ‘mengerikan’. Monumen itu berupa sebuah tembok bercat putih. Di atasnya terdapat sebuah tengkorak tertancap sepotong ‘besi’ terbuat dari gips.
Tulisan berbahasa Belanda dan Jawa melengkapi dinding monument itu. Bunyi terjemahannya sebagai berikut: “Sebagai kenang-kenangan yang menjijikkan akan pengkhianat Pieter Erberveld yang dihukum; tak seorang pun sekarang atau untuk seterusnya akan diizinkan membangun, menukang, memasang batu bata atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722.”
Tulisan berbahasa Belanda dan Jawa melengkapi dinding monument itu. Bunyi terjemahannya sebagai berikut: “Sebagai kenang-kenangan yang menjijikkan akan pengkhianat Pieter Erberveld yang dihukum; tak seorang pun sekarang atau untuk seterusnya akan diizinkan membangun, menukang, memasang batu bata atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722.”
Erberveld adalah seorang Indo-Eropa asal Jerman. Menurut laporan Kompeni, Erberveld bersama dengan Raden Kartadria, seorang Jawa, sejak lama berencana membunuh semua penduduk Belanda di Batavia pada pesta malam Tahun Baru 1722. Ini karena Erberveld dan Kartadria berambisi menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Rupanya upaya ini dibocorkan oleh seorang budak belian kepada Kompeni. Akibatnya tiga hari sebelum rencana tiba semua peserta pertemuan rahasia yang sedang berlangsung di rumah Erberveld ditangkap. Mereka kemudian disiksa secara kejam dan dihukum mati. Eksekusi itu dilaksanakan pada 22 April 1722 (Adolf Heuken, Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta).
Erberveld dan Kartadria dibunuh dengan cara sadis. Badan mereka ditarik oleh empat ekor kuda hingga kulit mereka pecah-pecah. Untuk mengenang peristiwa itu maka kampung di sekitar tempat kediaman Erberveld disebut Kampung Pecah Kulit. Sementara di bekas lokasi rumah tinggalnya dibangun monumen. Sayang monumen aslinya dihancurkan penguasa pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Sebagian batu aslinya kemudian ditempatkan di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.
Selanjutnya di tempat semula pada 1970 dibangun replika monumen. Monumen ini pun tidak bertahan lama karena pada 1985 digantikan showroom mobil Toyota. Monumen yang tadinya di sana dipindahkan oleh Pemprov DKI Jakarta ke Museum Taman Prasasti di kawasan Tanahabang.
Rupanya upaya ini dibocorkan oleh seorang budak belian kepada Kompeni. Akibatnya tiga hari sebelum rencana tiba semua peserta pertemuan rahasia yang sedang berlangsung di rumah Erberveld ditangkap. Mereka kemudian disiksa secara kejam dan dihukum mati. Eksekusi itu dilaksanakan pada 22 April 1722 (Adolf Heuken, Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta).
Erberveld dan Kartadria dibunuh dengan cara sadis. Badan mereka ditarik oleh empat ekor kuda hingga kulit mereka pecah-pecah. Untuk mengenang peristiwa itu maka kampung di sekitar tempat kediaman Erberveld disebut Kampung Pecah Kulit. Sementara di bekas lokasi rumah tinggalnya dibangun monumen. Sayang monumen aslinya dihancurkan penguasa pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Sebagian batu aslinya kemudian ditempatkan di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.
Selanjutnya di tempat semula pada 1970 dibangun replika monumen. Monumen ini pun tidak bertahan lama karena pada 1985 digantikan showroom mobil Toyota. Monumen yang tadinya di sana dipindahkan oleh Pemprov DKI Jakarta ke Museum Taman Prasasti di kawasan Tanahabang.
Sejak lama diperdebatkan apakah tindakan terhadap Erberveld benar atau hanya proses pengadilan yang penuh tipuan. Bahkan yang janggal adalah pada monumen tertulis ’14 April 1722’ tetapi dia dihukum mati pada ’22 April 1722’.
Di Jalan Pangeran Jayakarta sesudah jalan kereta api dari arah Gereja Sion ke Gunung Sahari, juga terdapat sebuah bangunan serupa langgar. Diperkirakan tempat ini makam Raden Kartadria. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Di Jalan Pangeran Jayakarta sesudah jalan kereta api dari arah Gereja Sion ke Gunung Sahari, juga terdapat sebuah bangunan serupa langgar. Diperkirakan tempat ini makam Raden Kartadria. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)