Kisah Aneh dan Unik Ketika Soekarno Dijadikan Nabi
24 Juni 2011
0
comments
Ada-ada saja keanehan di negara ini. Ada tuhan palsu, kitab suci palsu, agama palsu, dan tak ketinggalan Nabi palsu. Namun dalam jejak sejarah mungkin baru kali ini ada ajaran yang menjadikan Presiden Pertama RI, Soekarno, sebagai Nabi dalam arti sebenarnya dan bukan metafor.
Adalah Ajaran Adari yang memiliki gagasan gila itu. Tidak hanya itu, mereka juga bisa jadi menjadikan para presiden selanjutnya sebagai Nabi, katakanlah Soeharto, Habibie, Megawati bahkan juga tidak mustahil, presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Rahnip dalam bukunya “Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan dalam Sorotan” (Pustaka Progresif: 1997), Ajaran Adari menyatakan bahwa Sang Gusti telah bersatu (manunggal) menjadi satu ke dalam diri Bung Karno. Jadi Tuhan menurut ajaran ini setara dengan Bung Karno, dan Bung Karno setara dengan Tuhan.
Ketika manunggal itu terjadi, maka Bung Karno adalah Gusti adanya. Sehingga segala perbuatan Bung Karno maupun perkataannya adalah perbuatan dan ucapan dari sang gusti.
Adari Sudah Ada Setelah Kemerdekaan
Menurut buku “Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya” oleh Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, Lc, nama Adari tidak lain adalah singkatan dari Agama Djawa Asli Republik Indonesia. Agama paguyuban ini didirikan di Yogyakarta tahun 1948, yang persisnya pada awal tahun kemerdekaan RI, oleh Djojowolu yang mempunyai nama asli S.W.
Mangun Wijoyo, alias Mangun Suwito lahir pada tahun 1882 di Surakarta. Ia membangun ajaran Adari dari keyakinan bahwa tidak ada kitab suci agama samawi seperti Alquran, Taurat, dan Injil, yang dapat dijadikan pegangan. Dalam ritualnya, ajaran ini mengikuti cara ibadah berdasarkan keyakinan sendiri dan menetapkan tanggal satu Syura sebagai hari besarnya.
Menurut Rahnip, Mangun Wijoyo adalah penganut ajaran kebatinan. Namun ia pernah melakukan pelanggran hingga pernah dimasukkan ke dalam sel penjara. Tak lama kemudian ia mendekam di Penjara Wirogunan Yogyakarta. Dalam penjara itulah ia mengadakan perenungan.
Dari balik jeruji besi, Mangun Wijoyo mulai mengembangkan ajaran Adari. Ia menyebut ajarannya lebih sebagai agama dengan prinsip manunggaling Kawula Gusti. Bung Karno kemudian diangkat menjadi Nabi sekaligus titisan tuhan, tanpa sepengetahuan Soekarno sendiri.
Rahnip menjelaskan bahwa pada dasarnya, Adari lebih dekat ke Hindu daripada ke agama Islam dan Kristen. Hal itu diperjelas salah satu klaim teologis dari ajaran Adari yang menuduh munafik para anggotanya yang melangsungkan perkawinan secara Islami maupun Kristen.
Sedangkan bagi yang melakukan acara perkawinannya sesuai ajaran Hindu tidak dicap sebagai munafik oleh pemimpin ajaran Adari.
Narapidana adalah Nista, Padahal Soekarno Sendiri Pernah di Penjara
Mangun Wijoyo sendiri dikatakan hampir saja menjadi titisan Gusti. Namun Gusti urung masuk ke dalam diri Mangun Wijoyo, karena merasa jijik karena Mangun Wijoyo pernah masuk penjara.
Entah apa yang ada di dalam pikiran sang gusti hingga pilih-pilih kasih kepada umatnya, karena kita tahu Soekarno sendiri pernah masuk penjara, bahkan tidak satu-dua kali.
Sejarah mencatat Soekarno pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin pada 1930. Ia divonis empat tahun penjara oleh persidangan Landraat Bandung.
Selain di Sukamiskin, Soekarno juga pernah mendekam di Penjara Bantjeuy (Banceuy) Bandung sekitar delapan bulan setelah ditangkap di Yogyakarta pada 29 Desember 1929 bersama Gatot Mangkupraja, Maskoen dan Soepriadinata dari Partai Nasional Indonesia (PNI).
Kalau sang gusti Adari jijik masuk ke diri Mangun Wijoyo hanya karena Mangun Wijoyo masuk penjara, andai sang gusti tahu Penjara Banceuy sendiri adalah penjara tingkat rendah di zaman Belanda. Penjara ini didirikan pada abad kesembilan belas, keadaannya kotor, bobrok dan tua.
Disana ada dua macam sel. Yang satu untuk tahanan politik, satu lagi untuk tahanan pepetek. Pepetek — sebangsa ikan yang murah dan menjadi makanan orang yang paling miskin — adalah nama julukan untuk rakyat jelata. Pepetek tidur diatas lantai. Sedangkan para tahanan politik tingkat atas, seperti Soekarno, tidur di atas pelbed besi.