Leher Berlubang Usai Kena Kanker Akibat Merokok
16 Agustus 2011
0
comments
Lubang di leher itu persis seperti gambar bungkus rokok di Amerika yakni seorang pria yang sedang merokok lalu asapnya keluar dari lubang leher. Ternyata lubang di leher bukan cuma sekedar ilustrasi, karena penderita kanker esofagus yang selamat pun punya lubang di leher untuk bernapas sebagai pengganti hidungnya yang tidak berfungsi.
Zaeduddin (37 tahun) dan RE Lumbantobing (75 tahun) keduanya adalah survivor, atau mantan penderita kanker esofagus yang telah kehilangan organ-organ di leher termasuk tenggorokan dan pita suara, terkena efek negatif dari kebiasaan merokok.
Ketika keduanya berbicara, bunyi suaranya bukan keluar dari mulut namun bunyi suara dari leher yang ditutupi slayer yang seolah ada speaker di dalamnya. Suaranya juga tidak seperti orang normal pada umumnya, bunyi suara keduanya agak bergetar seperti suara robot atau alien di film-film fiksi ilmiah.
Begitu juga saat bernapas, syal itu bergerak-gerak seperti ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya. Lambaian syal yang bergerak akibat hembusan udara semakin jelas ketika kedua pria ini memperagakan kemampuannya untuk bernapas dengan hidung ditutup rapat. Rupanya hidung keduanya sudah tidak berfungsi sehingga proses bernapasnya lewat leher.
Karena banyak yang penasaran, RE Lumbantobing menawarkan diri untuk membuka syal. Sebelumnya ia mengingatkan bahwa isinya agak menyeramkan, lalu ia meminta maaf jika nanti ada yang kaget melihatnya. Benar saja lehernya ada lubang selebar jempol dan kondisinya basah maka itu harus selalu ditutup agar tidak terkena infeksi.
“Saya bernapas dari sini,” ucap Lumbantobing dengan suara terpatah-patah sambil menunjukkan lubang seukuran ibu jari di lehernya yang sejak tadi tertutup syal, saat ditemui usai diskusi Tingginya Angka Kematian Penyakit Tidak Menular di Indonesia di MRCCC Siloam, Semanggi, Senin (15/8/2011).
Pria asal Medan ini menambahkan, suara yang ia hasilkan saat bicara juga keluar dari lubang tersebut karena dirinya sudah tidak memiliki pita suara. Pita suara dan saluran pernapasan sudah diangkat sejak tahun 1996, setelah esofagus atau kerongkongannya habis digerogoti kanker.
Diagnosis kanker esofagus sebenarnya sudah didapatkan Lumbantobing sejak 1995, namun ketika itu ia menolak dioperasi karena mendapat informasi bahwa ia akan kehilangan pita suara. Namun Lumbantobing yang dulunya seorang perokok berat ini akhirnya harus dioperasi karena kankernya memburuk dan pada 1996 sama sekali tidak bisa bernapas.
Persis seperti apa yang diperingatkan dokter sebelumnya, Lumbantobing tidak bisa bicara lagi setelah operasi karena pita suaranya hilang bersama jaringan kanker dan organ-organ lain yang diangkat dari lehernya. Bukan itu saja, ia juga harus merelakan ada lubang baru di lehernya untuk menggantikan lubang hidung yang sudah tidak punya saluran ke paru-paru.
Pada tahun-tahun pertama, Lumbantobing masih kesakitan dan merasa sulit menggunakan lubang tersebut. Namun berkat ketekunannya untuk belajar dari nol, lama-kelamaan ia bisa mengeluarkan suara dari lubang yang juga berfungsi sebagai hidung tersebut.
Kisah Zaenuddin juga tidak jauh berbeda dengan Lumbantobing, ia juga kehilangan tenggorokan dan pita suara karena kanker esofagus. Keduanya dioperasi di RS Husada Jakarta pada tahun yang sama dan kini sama-sama menjalani fisioterapi di Pusat Rehabilitasi Medik RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) tiap Rabu minggu pertama dan ke-3.
Untuk menyempurnakan kemampuannya berbicara melalui lubang di leher, Zaenuddin dan Lumbantobing pernah dikirim ke Jepang pada tahun 2002. Sepulang dari sana, kedua pria ini menjadi relawan yang mengajarkan cara berbicara pada sesama mantan penderita kanker esofagus yang kehilangan pita suara di RSCM.
Khusus kepada para perokok, kedua pria yang sama-sama mantan perokok ini menyampaikan pesan yang sama yakni stop merokok. Asapnya mungkin tidak berbahaya bagi perokoknya yang bersangkutan, namun bisa saja mematikan bagi orang lain karena daya tahan tubuhnya berbeda-beda.
“Kalau mau lihat bagaimana kejamnya rokok, lubang di leher kami ini buktinya,” tutup Zaenuddin, yang juga berbicara dengan syal kembang kempis tertiup udara pernapasan dan dengan suara bergetar mirip robot.