5 Istana Kepresidenan Indonesia
7 September 2011
0
comments
1. Istana Negara dan Istana Merdeka
Pada awalnya di kompleks Istana di
Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung
yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter
Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah
peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam.
Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal,
untuk menghindari kata Istana) ini. Karena Istana Rijswijk mulai sesak,
pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873
dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal
dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares
pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah
penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI
diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda
diwakili A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.
Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka digunakan untuk
penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan
Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan
surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat, dan pelantikan
perwira muda (TNI dan Polri).
2. Istana Bogor
Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg
atau Sans Souci yang berarti “tanpa kekhawatiran”. Sejak tahun 1870
hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38
Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus
1744 oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff. Pada
awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang membuat
sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur
Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Berangsur angsur, seiring dengan waktu, perubahan-perubahan kepada
bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun
Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles). Bentuk
bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang
tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana
paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan
14.892 m².
Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg
dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda
van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini
kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang. Pada tahun 1950,
setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh
pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden
Indonesia.
3. Istana Yogyakarta “Gedung Agung”
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan
nama Gedung Agung mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh
Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang
menghendaki adanya “istana” yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen.
Istana Yogyakarta atau Gedung Agung,
sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan
kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai
tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991,
istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi
Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade
Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.
Istana Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu dan Wisma Saptapratala.
Gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 sampai sekarang bentuknya
tidak mengalami perubahan. Ruangan utama yang disebut dengan Ruang
Garuda berfungsi sebagai ruangan resmi untuk menyambut tamu negara atau
tamu agung yang lain. Selain wisma-wisma tersebut sejak 20 September
1995 komplek Seni Sono seluas 5.600 meter persegi, yang
terletak di sebelah selatan, yang semula milik Departemen Penerangan,
menjadi bagian Istana Kepresidenan ini.
4. Istana Cipanas
Istana Cipanas yang merupakan Istana
Kepresidenan, terletak di kaki Gunung Gede, Jawa Barat. Istana ini
terletak di Desa Cipanas, kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Kata “Cipanas” berasal dari bahasa Sunda, yaitu ci atau cai yang berarti “air” dan panas yang berarti “panas”.
Daerah ini dinamakan Cipanas karena di tempat ini terdapat sumber air
panas, yang mengandung belerang, dan yang kebetulan berada di dalam
kompleks istana Cipanas.
Sebenarnya bangunan induk istana ini
pada awalnya adalah milik pribadi seorang tuan tanah Belanda yang
dibangun pada tahun 1740. Sejak masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Gustaaf Willem baron van Imhoff, bangunan ini dijadikan sebagai tempat
peristirahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Beberapa bangunan yang terdapat di dalam kompleks ini antara lain Paviliun Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna
yang dibangun secara bertahap pada 1916. Penamaan ini dilakukan setelah
Indonesia Merdeka, oleh Presiden Sukarno. Di bagian belakang agak ke
utara terdapat “Gedung Bentol”, yang dibangun pada 1954 sedangkan dua bangunan terbaru yang dibangun pada 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.
Gedung ini ditetapkan sebagai Istana Kepresidenan dan digunakan sebagai
tempat peristirahatan bagi Presiden atau Wakil Presiden beserta
keluarga setelah kemerdekaan, seperti halnya Camp David Amerika
Serikat. Setiap ruangan di Istana ini dilengkapi dengan perabot yang
terbuat dari kayu. Di Istana ini tersimpan berbagai koleksi ukiran
Jepara dan lukisan dari maestro seni lukis Indonesia seperti Basuki
Abdullah, Dullah Sujoyono, dan Lee Man Fong.
5. Istana Tampaksiring
Istana Tampaksiring adalah istana yang
dibangun setelah Indonesia merdeka, yang terletak di Desa Tampaksiring,
Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Nama Tampaksiring
berasal dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu “tampak” dan “siring”, yang masing-masing bermakna telapak dan miring.
Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali,
nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama
Mayadenawa. Istana ini berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno yang
menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk jauh dari
keramaian kota, cocok bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga
maupun bagi tamu-tamu negara.
Arsiteknya adalah R.M. Soedarsono dan
istana ini dibangun secara bertahap. Komplek Istana Tampaksiring terdiri
atas empat gedung utama yaitu Wisma Merdeka seluas 1.200 m dan Wisma Yudhistira seluas 2.000 m dan Ruang Serbaguna. Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1957. Pada 1963 semua pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima. (**)
Sumber: wikipedia.org, uniknya.com, Agustus 2011