Lokalisasi Dolly Banjir Tamu Usai Libur, Hidung Belang Sampai Rela Antri Giliran
6 September 2011
0
comments
Mungkin mereka sudah tak tahan lagi selama sebulan dikekang, hingga bak istilah bagai burung lepas sangkar burung mereka sepertinya kini ingin segera makan selepas kelaparan selama sebulan. Ini merupakan fakta yang terjadi di kompleks prostitusi itu, tren serupa agaknya bukan hanya terjadi di Dolly Surabaya. Di hampir semua tempat hiburan malam yang telah tutup sebulan sekarang sedang booming tamu yang dahaga.
Meski sudah dinyatakan boleh dibuka pasca hari H lebaran, namun sampai saat ini masih belum banyak Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi dolly yang bekerja. Berdasar pantauan Bakesbang Linmas Pemkot Surabaya, hanya sekitar 10 persen saja PSK di lokalisasi Dolly yang sudah bekerja pasca libur panjang Ramadhan dan Lebaran.
Kepala Bakesbang Linmas Pemkot Surabaya, Soemarno mengatakan, berdasar hasil pantauannya di lokasi, terlihat banyak bangku kosong di wisma-wisma Dolly. Bangku atau sofa tersebut, biasanya terisi penuh oleh para gadis berpakaian minim yang menjajakan kenikmatan cinta kilat.
“Memang semua wisma sudah buka, tapi PSK-nya masih sangat sedikit. Kami mendapat laporan, hanya 10 persen saja yang sudah bekerja,” ujar Soemarno. Lebih lanjut, Soemarno mengatakan, bahwa hal ini berbeda terbalik dengan tamu atau pelanggan yang mengunjungi lokalisasi Dolly. Menurut Soemarno, tamu yang datang justru lebih banyak, ketimbang PSK yang bekerja. Secara otomatis, para tamu berebut untuk dapat memuaskan hasratnya dengan PSK yang ada.
“Dari pantauan kami, PSK-nya sedikit, tapi tamunya banyak, istilahnya banyak permintaan, tapi barangnya sedikit,” imbuh Soemarno dengan bercanda.
Hal senada juga diungkapkan oleh Jarwo, pemilik warung di kawasan Dolly. Jarwo menuturkan, bahwa meski dirinya sudah membuka warung sejak H+1 lebaran, namun jumlah pembeli masih sangat sedikit karena langganan tetapnya yakni para PSK masih belum banyak yang bekerja.
Memprihatinkan, agaknya pesan moral bulan Puasa 1 bulan lalu tidak terlalu berpengaruh pada para tamu yang berkunjung ke lokalisasi ini. Bagi mereka bulan puasa malah menjadi beban derita karena terhambat untuk menyalurkan ritual maksiat yang biasa bebas mereka lakukan. Karena prostitusi merupakan penyakit masyarakat dan susah disembuhkan kalau bukan dari keinginan orang yang bersangkutan benar-benar berniat untuk lepas dan sembuh dari belitan penyakit ini. (Sumber)