Runtuhnya Kedigdayaan Geng Camp Nou
25 April 2012
0
comments
Striker Chelsea, Didier Drogba (kiri), menghibur bintang Barcelona, Lionel Messi. Sementara pemain Barcelona lainnya tertunduk lesu, setelah ditahan Chelsea 2-2 di leg kedua semifinal Liga Champions, Selasa atau Rabu (25/4/2012) dini hari WIB. Hasil itu membuat Barcelona gagal ke final, karena kalah agregat 2-3. |
AFP/LLUIS GENE
Barcelona yang sejak musim 2008-09 di bawah Pelatih Pep Guardiola begitu perkasa, diakui sebagai tim terbaik dunia, tiba-tiba melempem. Hanya dalam sepekan, mereka kalah dua kali dan seri sekali.
Sebuah pengalaman pahit yang tak diduga sama sekali. Apalagi, dua kekalahan dan satu hasil seri itu terjadi di saat krusial dan sangat menentukan gelar, pun kebesaran klub. Lawan Chelsea yang di awal musim bermasalah, mereka kalah 0-1 pada leg pertama semifinal Liga Champions, Rabu (18/4/2012).
Itu kekalahan tandang dan masih bisa sedikit dimaklumi. Tapi, menjamu Real Madrid di Camp Nou dalam partai yang sangat menentukan gelar Liga BBVA, Sabtu (21/4/2012), mereka takluk 1-2. Padahal, sejak ditangani Guardiola, Barca sulit dikalahkan Madrid, meski tampil di Santiago Bernabeu. Itu kekalahan kedua Barcelona dari Real Madrid di era Guardiola, setelah final Copa del Rey musim lalu, .
Parahnya, kekalahan di kandang itu seperti membiarkan Madrid mendekati gelar juara Liga BBVA. Sebab, mereka kini tertinggal 7 poin dengan sisa hanya 4 pertandingan.
Yang paling mengagetkan, Barca kembali gagal menang di Camp Nou saat menjamu Chelsea pada leg kedua semifinal Liga Champions, Selasa atau Rabu (25/4/2012) dini hari WIB. Sudah unggul 2-0, mereka akhirnya dipaksa bermain imbang 2-2 dan itu yang memastikan mereka gagal ke final, karena kalah agregat 2-3.
Lebih menyakitkan lagi, kekalahan itu telah mengikis kebesaran Barcelona. Sebab, mereka sudah tak bisa memakhotai kebesarannya dengan gelar bergengsi di musim ini. Apalagi, di Liga BBVA mereka juga nyaris gagal juara.
Satu-satunya kesempatan Barca meraih gelar terbuka di Copa del Rey. Mereka sudah masuk final melawan Athletic Bilbao pada 24 Mei nanti. Jika ini juga kalah, maka kebesaran Barca tak bermakhota di musim ini. Artinya, kebesaran mereka sebagai tim dengan sepak bola indah dan menyerang, telah runtuh, setidaknya pada musim ini.
Hasil imbang 2-2 lawan Chelsea seolah menegaskan kemunduran Barcelona. Apalagi, Chelsea hanya bermain 10 orang setelah John Terry kena kartu merah karena mengasari Alexis Sanchez.
Sebagian besar publik yakin, Barcelona akan melangkah ke final. Selain Chelsea bermain 10 orang, mereka akhirnya unggul 2-0. Bahkan, Terry sendiri mengaku dirinya telah melakukan kesalahan bodoh dan merasa timnya bakal kalah.
Namun, Chelsea punya resep jitu menjinakkan kehebatan Barca. Mereka bermain bertahan total dan mengandalkan serangan balik. Nyatanya, serangan balik Chelsea membuktikan betapa rapuhnya Barcelona. Dua gol Chelsea yang dicetak Ramires dan Fernando Torres semua berawal dari serangan balik. Demikian juga gol yang terjadi di Stamford Bridge pada leg pertama.
Sebelumnya, saat lawan Madrid, Chelsea juga kalah karena gagal mengantisipasi serangan balik lawan. Sehingga, Cristiano Ronaldo bisa mencetak gol penentu kemenangan timnya dengan skor 2-1.
Yang tambah memprihatinkan, Lionel Messi gagal melakukan tendangan penalti. Bola tendangannya hanya membentur tiang. Padahal, jangankan tendangan penalti, dalam situasi sulit pun Messi mudah mencetak gol. Kegagalan Messi sebagai bintang utama Barca seolah menegaskan kemunduran Barca.
Citra untouchable atau unbeatable memang sempat mereka miliki. Bahkan, mantan Pelatih Chelsea dan AC Milan, Carlo Ancelotti, mengatakan, "Barcelona punya permainan one-two yang sangat bagus. Dan, tak ada resep yang bisa menghentikan one-two."
Menghentikan manuver one-two memang sulit, karena dilakukan dengan cepat dan saling pengertian yang tinggi. Tapi, meredam permainan secara keseluruhan bukan mustahil. Madrid dan Chelsea sudah membuktikannya.
Permainan Barca dengan tik-tak yang cepat dan indah memang mengagumkan dan sulit ditaklukkan. Namun, rupanya lawan mulai tahu cara meredamnya.
Kegagalan musim ini rasanya menjadi pelajaran dan bahan evaluasi. Barcelona harus segera berbenah, jika tak mau mengulang hal sama di musim depan. Materi pemain masih oke. Namun, rasanya mereka sudah harus mengubah atau memodifikasi gaya, taktik, dan strategi permainan. Sebab, lawan sudah mulai hapal. Ketergantungan kepada Messi tampaknya jug mulai dihindarkan.
Dilihat dari gelar, nyata bahwa kejayaan Barcelona musim ini mulai runtuh. Tapi, bukan tak mungkin musim depan mereka kembali bangkit dan tetap menjadi "hantu" bagi lawan-lawannya di musim depan.