Siapakah Yang Lebih Pantas Menjadi Presiden?
26 Juni 2014
0
comments
Majunya Jokowi sebagai calon presiden
sejak awal sudah banyak menimbulkan pro dan kontra. Banyak pihak yang
menyayangkan Jokowi untuk melepas jabatannya sebagai gubernur DKI
Jakarta. Sebelum menjadi gubernur DKI, Jokowi pernah berjanji untuk
fokus menata Jakarta dengan program-progam yang beliau miliki selama 5
tahun. Memang seharusnya Jokowi menggunakan masa jabatannya sebagai
Gubernur DKI untuk lebih berhasil dalam memimpin Jakarta sekaligus
sebagai sarana belajar untuk memahami Indonesia yang sangat plural.
Sebab Indonesia tidak sesederhana Jakarta. Indonesia sangat besar, luas
dan majemuk dilihat dari berbagai macam segi. Indonesia butuh pemimpin
yang memiliki jiwa kuat, arif dan tegas.
Ahok sebagai wakil gubernur DKI mengaku
siap jika harus menggantikan posisi Jokowi sebagai DKI-1, meskipun
beliau tidak begitu saja setuju dengan majunya Jokowi sebagai calon
presiden. Bukan karena menganggap Jokowi tidak mampu memimpin, tetapi
Ahok beranggapan bahwa Jokowi lebih banyak sabarnya. Ahok beranggapan
Indonesia butuh seorang pemimpin yang keras. Ahok lebih mendukung
Prabowo menjadi presiden karena latar belakangnya yang berasal dari
militer. Namun, Ahok mengakui bahwa sebetulnya Jokowi juga memiliki
keahlian dalam memimpin Negara.
Terkait masa lalu, salah satu kasus yang
pernah dilakukan oleh Prabowo adalah pelanggaran HAM yang belum
terselesaikan hingga saat ini. Kasus tersebut seolah ditutup begitu saja
sehingga tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Hingga
pada akhirnya setelah Prabowo mencalonkan dirinya sebagai capres,
Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia meminta untuk segera
mengusut kasus tersebut.
Kasus pelanggaran HAM sudah menyangkut
kejahatan manusia. Banyak aktivis yang diculik dan tidak diketahui
nasibnya hingga saat ini. Apalagi ketika pihak dari Kedutaan Besar
Amerika Serikat sudah mulai berbicara, kasus tersebut dapat digolongkan
ke dalam tindak kejahatan Internasional. Selama ini kasus tersebut hanya
menjadi konsumsi kalangan elit saja. Selain itu, Prabowo juga pernah
dipecat secara terbuka dari ABRI.
Dari beberapa fakta yang ada, siapa yang
lebih pantas menjadi pemimpin Negara? Jokowi atau Prabowo? Dilihat dari
berbagai sisi dan latar belakang, masing-masing calon memang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Jokowi dengan gayanya yang khas; jujur,
sederhana, rendah hati dan memiliki hati nurani namun sifat
kenegarawannya belum terlihat dan pengalamannya pun belum banyak.
Sedangkan Prabowo yang keras, berkarakter dan berlatar belakang militer,
memiliki kelemahan sebagai sosok feodal dan kurang merakyat dengan
kasus berat yang belum terselesaikan. Banyak pertimbangan masyarakat
yang muncul ke permukaan ketika ditanya memilih siapa di antara dua
calon yang ada.
Sudah tentu masyarakat menginginkan
pemimpin yang adil dan bijaksana. Pemimpin yang memiliki wibawa dengan
kebesaran hati untuk dapat memimpin bangsa dan Negara agar menjadi lebih
baik lagi. Masyarakat tidak ingin dibohongi dengan program-program
kampanye yang ada. Masyarakat pun tidak ingin mengulang pahitnya masa
lalu yang pernah terjadi di era orde baru menuju reformasi.
Jika Jokowi dianggap tidak pantas
menjadi presiden apakah masyarakat harus memilih Prabowo sebagai
pemimpin yang berjiwa keras namun memiliki masa lalu yang kelam? Apakah
dibalik pembawaannya yang sabar dan tenang, Jokowi tidak mampu
memberikan kontribusi yang baik untuk kemajuan Indonesia ke depannya?
Faktanya selama memimpin sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah
menorehkan beberapa prestasi dengan membuat gebrakan-gebrakan perubahan
seperti mengangkat budaya dan kearifan lokal Betawi. Mantan Wali Kota
Solo ini telah menghilangkan gaya kepemimpinan protokoler. Jokowi juga
telah menepati janji kampanyenya untuk lebih banyak terjun langsung ke
lapangan dan masih banyak lagi.
Jika Prabowo menjadi presiden apakah
masalah-masalah yang terjadi di Indonesia mampu diselesaikan? Sementara
kasusnya sendiri hingga saat ini masih terabaikan dan selalu ditutupi
dari hadapan publik. Sejatinya, masyarakat butuh kejujuran. Masyarakat
menginginkan pemimpin yang jujur, adil dan bijaksana, yang mampu membawa
bangsanya ke dalam kemakmuran. Bagaimana Indonesia bisa menjadi Negara
yang adil dan makmur jika calon pemimpinnya saja tidak mampu mengungkap
fakta yang ada? Masyarakat menginginkan Indonesia yang transparan,
bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta tindak kejahatan
lainnya yang menyangkut kepetingan bersama. Masyarakat pasti tidak ingin
hidup dalam bayang-bayang kebohongan masa lalu pemimpinnya.
Kepercayaan masyarakat terhadap calon
pemimpinnya sudah menurun. Politik pencintraan yang kini banyak
diperbincangkan membuat masyarakat mulai pintar dalam menelaah
permasalahan yang ada. Padahal seorang pemimpin harus mampu mencerminkan
sosok yang dapat menjaga keadilan. Urusan birokrasi juga belum bisa
terlepas dari suap-menyuap hingga saat ini. Kepentingan rakyat tidak
lagi dipandang sebagai kepentingan umum namun kepentingan golongan
tertentu saja.
Masih banyak yang perlu dibenahi dari
sistem pemerintahan di Indonesia. Indonesia memiliki bangsa yang besar.
Mereka menginginkan agar Indonesia dapat segera dibenahi dengan
kepemimpinan yang memiliki kapabilitas, pengalaman dan visi-misi yang
jelas. Masyarakat menaruh harapan besar pada calon pemimpinnya. Mereka
berharap apa yang telah menjadi program-program kampanye calon
presidennya dapat direalisasikan dan bukan hanya sekedar wacana untuk
meningkatkan popularitas.
Oleh: Sudiyanti