Alternatif Hunian Kedua Umat Manusia Setelah Bumi
24 November 2011
0
comments
Pemanasan bumi akibat emisi karbon diprediksi menyebabkan Bumi tak mampu lagi menyangga kehidupan pada akhir abad ini.
Ke mana kita akan mengungsikan kehidupan (terutama manusia) ini? Pencarian ini antara lain yang kemudian menjadi obyek ketika penjelajahan ruang angkasa menjadi semakin menjanjikan sejak pendaratan Neil Armstrong 10 Juli 1967 di permukaan Bulan.
Penjelajahan terus berlanjut bukan hanya ke Bulan, tetapi merambah planet-planet lain dalam galaksi Bimasakti.
Program observasi National Aeronautics and Space Administration (Badan Aeronautika dan Ruang Angkasa Nasional/NASA) Amerika Serikat Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) telah berakhir dan hasilnya dipaparkan dalam jurnal ilmiah Science, Jumat (19/12).
Hasil dari misi penjelajahan MRO yang pertama tersebut telah berhasil menemukan bukti- bukti akan adanya mineral-mineral yang penting untuk mendukung kehidupan. Bukan hanya mineral, bahkan jejak-jejak yang membuktikan adanya air di permukaan Mars juga terekam di beberapa lokasi.
Penemuan akan bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa pernah ada mikroba sebagai bentuk awal kehidupan hidup di Mars ketika planet tersebut kondisinya lebih basah (baca: mengandung air) dibandingkan saat ini. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan MRO tahap kedua yang akan berlangsung selama dua tahun.
Penemuan yang cukup melegakan ini karena ternyata Mars tidaklah seganas yang pernah dipikirkan semula.
Bukti akan adanya air di Mars diketahui saat ditemukan adanya parit-parit yang terbentuk oleh aliran air, kemungkinan berasal dari danau purba.
Bukti akan adanya air juga muncul ketika ada ditemukan jenis-jenis mineral yang hanya bisa terbentuk jika terjadi interaksi dengan unsur air.
Persoalan yang masih ada dan masih harus terus dicari dan dibuktikan adalah seberapa banyak air yang pernah ada di Mars tersebut, dan seberapa besar dukungannya terhadap kehidupan mikroba atau kehidupan yang primitif (metabolismenya sederhana)? Jawabannya mungkin belum akan ditemukan dalam waktu dekat.
Di sisi lain, bukti-bukti tersebut mengisyaratkan bahwa di Mars pernah ada periode ketika air membentuk tanah liat yang disusul periode kering saat Mars kaya akan unsur garam dan unsur airnya bersifat asam. Kondisi ini amat tidak cocok untuk mendukung kehidupan.
Persoalannya, kondisi di Mars tidaklah serupa antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Oleh karena masih ditemukan sejumlah unsur karbon yang mengindikasikan wilayah itu tidak bersifat asam-unsur asamnya rendah. Karbon amat mudah terurai jika bertemu unsur asam. Unsur karbon juga ditemukan pada batuan meteorit yang berasal dari Mars.
Kehidupan yang primitif mungkin menyukainya. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, dan tidak terlalu asam. Sebuah tempat yang tepat, ujar Bethany Ehlmann sarjana dari Brown University di Providence.
Unsur karbon yang telah memberikan harapan tersebut ditemukan MRO di daerah yang disebut Nili Fossae, sekitar 667 kilometer panjang dan berada di tepian Isidis-kolam yang telah kering, dan di dekat batuan yang terekspos di tepi lembah kawah. Jejak serupa ditemukan di Terra Tyrrhena dan Libya Montes.
Sejumlah peneliti memiliki teori yang berbeda-beda tentang terbentuknya karbon. Misalnya, ada yang menyebutkan air tanah (Mars) terangkat ke permukaan melewati batuan yang mengandung olivin di permukaan dan terpapar pada hujan atau danau kecil. Teori tersebut mempertebal keyakinan bahwa di Planet Merah itu pernah ada air di permukaannya.
Berkeliling
Perjalanan MRO berkeliling planet telah membawanya menemukan bukti-bukti bahwa sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan planet yang luas itu dialiri air dengan kondisi lingkungan yang bervariasi pada 4,6 miliar-3,8 miliar tahun yang lalu.
Bukti-bukti itu ditunjukkan dengan penemuan batuan filosilikat yang tersebar meluas di belahan selatan planet. Batuan filosilikat ini mengandung unsur besi, magnesium atau aluminium, mica, dan kaolin.
Dalam filosilikat, atom-atomnya tertata secara berlapis dan semua memiliki unsur air atau kandungan hidrogen dan oksigen yang membentuk suatu struktur kristal, tutur anggota tim MRO, Scott Murchie, dari John Hopkins University.
Lapisan batuan yang mengandung kristal air tersebut berada di lapisan batuan vulkanik yang belum terlalu tua. Di bagian kawah, misalnya di Valles Marineris, di belahan selatan planet, terpapar lapisan lempung purba dan berbagai mineral lain.
Ini seperti sebuah perjalanan ke lapisan batuan di dasar Grand Canyon, ujar Murchie merujuk pada salah satu fenomena geologis yang terbesar.
Variasi tanah lempung dan berbagai mineral yang ditemukan di Mars tersebut mengindikasikan adanya variasi kondisi lingkungan di Mars.
Di belahan utara Mars ditemukan batuan dengan kandungan berbeda, yaitu sulfat yang mengindikasikan lingkungan yang lebih kurang mendukung kehidupan dibandingkan selatan.
Ke mana kita akan mengungsikan kehidupan (terutama manusia) ini? Pencarian ini antara lain yang kemudian menjadi obyek ketika penjelajahan ruang angkasa menjadi semakin menjanjikan sejak pendaratan Neil Armstrong 10 Juli 1967 di permukaan Bulan.
Penjelajahan terus berlanjut bukan hanya ke Bulan, tetapi merambah planet-planet lain dalam galaksi Bimasakti.
Program observasi National Aeronautics and Space Administration (Badan Aeronautika dan Ruang Angkasa Nasional/NASA) Amerika Serikat Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) telah berakhir dan hasilnya dipaparkan dalam jurnal ilmiah Science, Jumat (19/12).
Hasil dari misi penjelajahan MRO yang pertama tersebut telah berhasil menemukan bukti- bukti akan adanya mineral-mineral yang penting untuk mendukung kehidupan. Bukan hanya mineral, bahkan jejak-jejak yang membuktikan adanya air di permukaan Mars juga terekam di beberapa lokasi.
Penemuan akan bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa pernah ada mikroba sebagai bentuk awal kehidupan hidup di Mars ketika planet tersebut kondisinya lebih basah (baca: mengandung air) dibandingkan saat ini. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan MRO tahap kedua yang akan berlangsung selama dua tahun.
Penemuan yang cukup melegakan ini karena ternyata Mars tidaklah seganas yang pernah dipikirkan semula.
Bukti akan adanya air di Mars diketahui saat ditemukan adanya parit-parit yang terbentuk oleh aliran air, kemungkinan berasal dari danau purba.
Bukti akan adanya air juga muncul ketika ada ditemukan jenis-jenis mineral yang hanya bisa terbentuk jika terjadi interaksi dengan unsur air.
Persoalan yang masih ada dan masih harus terus dicari dan dibuktikan adalah seberapa banyak air yang pernah ada di Mars tersebut, dan seberapa besar dukungannya terhadap kehidupan mikroba atau kehidupan yang primitif (metabolismenya sederhana)? Jawabannya mungkin belum akan ditemukan dalam waktu dekat.
Di sisi lain, bukti-bukti tersebut mengisyaratkan bahwa di Mars pernah ada periode ketika air membentuk tanah liat yang disusul periode kering saat Mars kaya akan unsur garam dan unsur airnya bersifat asam. Kondisi ini amat tidak cocok untuk mendukung kehidupan.
Persoalannya, kondisi di Mars tidaklah serupa antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Oleh karena masih ditemukan sejumlah unsur karbon yang mengindikasikan wilayah itu tidak bersifat asam-unsur asamnya rendah. Karbon amat mudah terurai jika bertemu unsur asam. Unsur karbon juga ditemukan pada batuan meteorit yang berasal dari Mars.
Kehidupan yang primitif mungkin menyukainya. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, dan tidak terlalu asam. Sebuah tempat yang tepat, ujar Bethany Ehlmann sarjana dari Brown University di Providence.
Unsur karbon yang telah memberikan harapan tersebut ditemukan MRO di daerah yang disebut Nili Fossae, sekitar 667 kilometer panjang dan berada di tepian Isidis-kolam yang telah kering, dan di dekat batuan yang terekspos di tepi lembah kawah. Jejak serupa ditemukan di Terra Tyrrhena dan Libya Montes.
Sejumlah peneliti memiliki teori yang berbeda-beda tentang terbentuknya karbon. Misalnya, ada yang menyebutkan air tanah (Mars) terangkat ke permukaan melewati batuan yang mengandung olivin di permukaan dan terpapar pada hujan atau danau kecil. Teori tersebut mempertebal keyakinan bahwa di Planet Merah itu pernah ada air di permukaannya.
Berkeliling
Perjalanan MRO berkeliling planet telah membawanya menemukan bukti-bukti bahwa sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan planet yang luas itu dialiri air dengan kondisi lingkungan yang bervariasi pada 4,6 miliar-3,8 miliar tahun yang lalu.
Bukti-bukti itu ditunjukkan dengan penemuan batuan filosilikat yang tersebar meluas di belahan selatan planet. Batuan filosilikat ini mengandung unsur besi, magnesium atau aluminium, mica, dan kaolin.
Dalam filosilikat, atom-atomnya tertata secara berlapis dan semua memiliki unsur air atau kandungan hidrogen dan oksigen yang membentuk suatu struktur kristal, tutur anggota tim MRO, Scott Murchie, dari John Hopkins University.
Lapisan batuan yang mengandung kristal air tersebut berada di lapisan batuan vulkanik yang belum terlalu tua. Di bagian kawah, misalnya di Valles Marineris, di belahan selatan planet, terpapar lapisan lempung purba dan berbagai mineral lain.
Ini seperti sebuah perjalanan ke lapisan batuan di dasar Grand Canyon, ujar Murchie merujuk pada salah satu fenomena geologis yang terbesar.
Variasi tanah lempung dan berbagai mineral yang ditemukan di Mars tersebut mengindikasikan adanya variasi kondisi lingkungan di Mars.
Di belahan utara Mars ditemukan batuan dengan kandungan berbeda, yaitu sulfat yang mengindikasikan lingkungan yang lebih kurang mendukung kehidupan dibandingkan selatan.