Anak Muda Ini Dia Sejarah Hukuman Pancung
5 Agustus 2011
0
comments
Hukuman pancung
memiliki sejarah yang sangat panjang dan sulit diperkirakan asal
usulnya, karena seperti hukuman gantung, hukuman pancung merupakan
metode hukuman mati yang murah dan praktis dimana eksekusi hanya
membutuhkan sebilah pedang atau sebuah kapak. Hukuman pancung biasanya
dilakukan dengan menggunakan pedang, kapak, guillotine, atau bahkan
dengan senjata militer. Hukuman pancung dahulu dianggap sebagai salah
satu cara terhormat untuk mati bagi seorang bangsawan, yang beranggapan bahwa sebagai prajurit, sudah seharusnya berharap mati dengan tebasan pedang dalam situasi apa pun.
Sejarah Penggunaan Hukuman Pancung
Di
Inggris ada anggapan bahwa hukuman pancung merupakan hak istimewa para
pria terhormat. Hukuman pancung ini akan membedakan seseorang dari
terdakwa lainnya yang dihukum dengan cara yang tidak terhormat (keji)
yaitu dengan dibakar secara hidup-hidup di atas tumpukan kayu.
Orang-orang
Yunani dan Romawi menganggap hukuman pancung sebagai hukuman mati yang
kurang menyakitkan dibandingkan metode hukuman mati lain yang digunakan
pada saat itu. Oleh karena itu mereka menggunakan hukuman pancung jika
terpidana adalah warga negara mereka sendiri. Sedangkan jika terdakwa
adalah penduduk dari negeri lain, mereka akan menggunakan metode hukuman
mati dengan cara disalib.
Hukuman
pancung secara luas digunakan di Eropa dan Asia sampai abad ke-20, dan
saat ini hanya Arab Saudi dan Iran yang masih menggunakan metode hukuman
mati seperti ini. Qatar dan Yaman pun sebenarnya melegalkan hukuman
mati dengan metode seperti ini, namun sampai saat ini belum ada eksekusi
dengan metode ini yang dilaporkan.
Hukuman
pancung berlaku di Inggris sampai dengan tahun 1747 dan merupakan
metode hukuman mati standar di Norwegia sampai saat dihapuskan pada
tahun 1905, Swedia (sampai tahun 1903) dan Denmark (sampai tahun 1892)
dan digunakan untuk beberapa kelas tahanan di Prancis (Sampai penggunaan
Guillotine di tahun 1792) dan di Jerman sampai dengan tahun 1938. Semua
negara-negara Eropa yang sebelumnya menggunakan hukuman pancung
sekarang telah benar-benar menghapuskan metode hukuman mati dengan cara
ini.
Hukuman
pancung juga digunakan secara luas di China sampai komunis berkuasa dan
menggantikannya dengan hukuman tembak di abad ke-20. Jepang juga
terbiasa memenggal kepala sampai akhir abad ke-19 sebelum beralih ke
hukuman gantung.
Cara Eksekusi Hukuman Pancung
Pada
hukuman pancung, terdakwa yang akan dieksekusi biasanya ditutup matanya
sehingga mereka tidak dapat melihat pedang atau kapak yang datang
menebas leher mereka agar mereka tidak dapat menghindar atau mengelak.
Terkadang, dibutuhkan seorang asisten algojo untuk memegang rambut
terdakwa yang akan dieksekusi untuk mencegah mereka bergerak. Hasil
eksekusi hukuman pancung adalah pendarahan ekstrim seperti ledakan darah
dari arteri dan vena yang terputus dari leher.
Penyebab Kematian oleh Hukuman Pancung
Hukuman
pancung dapat dikatakan sebagai metode eksekusi yang manusiawi jika
dilakukan dengan benar dimana hanya dibutuhkan satu tebasan cukup untuk
memenggal kepala. Namun, karena otot dan tulang leher yang alot dan
sulit dipotong, hukuman pancung biasanya memerlukan lebih dari satu
tebasan pedang.
Kesadaran
mungkin akan hilang dalam waktu 2-3 detik, karena suplai darah ke otak
hilang secara cepat. Orang yang dieksekusi akan meninggal karena otak
tidak mendapat suplai darah dan oksigen karena perdarahan dan kehilangan
tekanan darah dalam waktu kurang dari 60 detik. Kematian juga terjadi
karena pemisahan otak dan sumsum tulang belakang, selain karena
perdarahan besar-besaran yang terjadi.
Sering
terjadi dimana mata dan mulut orang yang di eksekusi menunjukkan
tanda-tanda gerakan. Hal ini dapat terjadi karena otak manusia memiliki
cadangan oksigen yang cukup untuk metabolisme cadangan dan dapat dipakai
untuk bertahan selama sekitar 7 detik setelah kepala terputus.