SMA Aja Tidak Lulus, Tetapi Profesor Dan Dosen Berguru Dengan Beliau
19 Juli 2012
0
comments
Hendra Kribo (52) tak lulus sekolah menegah atas.Namun pendidikannya yang tak tuntas,tak menghalanginya untuk menjadi “pakar”.
Kalau beberapa hari ini anda sempat mengunjungi rumahnya dijalan Cidahu, desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jangan kaget di rumahnyaitu akan terlihat puluhan Dosen yang sedang khusyuk mendengar kuliahnya. Beberapa diantanya bertitel Doktor, Bahkan Profesor pertanian dari berbagai universitas di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hendra yang memang berambut kribo itu memang di jadikan salah satu rujukan praktik bercocok tanam Padi Organik, keberhasilannya keluar dari budidaya cocok tanam mayoritas petani berbau kimiawi, mengundang penasaran banyak orang.
Bukan kalangan akademisi dari dalam negeri saja yang menimba ilmu padanya. Kalangan Pendidik di Malaysia, Thailand dan sebentar lagi Australia, memintanya berbagi Ilmu bercocok tanam organic.
Permintaan itu sekaligus menunjukan kalau dia bukan golongan petani biasa yang lebih sering mengeluhkan Mahal dan langkanya harga pupuk serta kerugian usaha atau minimnya untung lantaran serangan Hama. Dengan blak-blakan Hendra mengaku kalau keuntungan bersihnya dari bertani padi mencapai Rp.46juta setahun hasil dari dua kali masa panen.
Penghasilan tambahan dikantonginya dari menjadi pembicara “untuk kunjungan ke luar negeri, sekali kunjungan saya mendapat Rp.30juta. Akomodasi dan transportasi sudah ditanggung,”katanya, Tak heran, di rumahnya saat ini terpakir tiga mobil dan 7 motor.
Bagi hendra, uang memang bukan segalanya. Namun dia tetap realistis semua orang butuh uang termasuk petani. Sayangnya petani sekarang tak berani keluar dari budidaya kimiawi yang sebenarnya merugikan diri sendiri dan lingkungannya.
Untuk diri sendiri jelas hasilnya tidak sebanyak hasil dari bertani organik yang bisa memanen minimal tujuh ton per Hektar. Untuk lingkungan tanah semakin sengsara lantaran terpapar Zat-zat kimia secara terus- menerus, Belut dan cacing yang di sebutnya pasukan petani, ikut mati karena pestisida kimia.
Hendra menekankan yang dibutuhkan petani dari pupuk sampai pestisida semuanya sudah disediakan alam. Ketika tikus menyerang tak perlu keluar banyak uang, cukup belikan JENGKOL Rp.10,000 untuk 1 hektar sawah “tikus tidak suka akan baunya” katanya.
Begitu juga dengan Hama belalang. Hendra biasanyamengusirnya dengan cairan buatannya yang terdiri dari tumbukan daun nagka,daun sirsak, ditambah bawang putih,”semuanya murah”Katanya.
Untuk menjadi petani organic, memang harus mengubah kebiasaan. Proses belajar hendra dimulai pada tahun 2002. Saat dia mengikuti pembelajaran ekologi tanah yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat. Meski saat itu dia bukan berangkat dari seorang petani, dia langsung mempraktikan dan mempelajarinya disawah milik ayahnya.
“Pesannya jangan sampai kita selalu tergantung kepada pemerintah melalui bantuan-bantuan, sementara potensi disekitar kita tidak termanfaatkan”
Salah seorang professor dari universitas Padjajaran yang ikut “kuliah” kepada Hendra, Deni kurniadi, menuturkan Hendra membuktikan bahwa petani tidak selalu identik dengan kemiskinan. “itu juga bias mendorong mereka yang bukan petani untuk mau menggarap sector dominan di Indonesia ini” kata deni.